FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat seringkali disebut oleh sejumlah pakar sebagai induk dari ilmu-ilmu. Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha untuk menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara tepat dan lebih memadai. Filsafat telah mengantarkan pada sebuah fenomena adanya siklus pengetahuan sehingga membentuk sebuah konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur sebagai sebuah fenomena kemanusiaan. Masing-masing cabang pada tahap selanjutnya melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti metodologinya sendiri-sendiri.
Filsafat ilmu adalah cabang dari filsafat yang banyak digunakan sebagai pijakan untuk mengembangkan ilmu yang merupakan bagian dari epistimlogy. Logika tidak mempelajari cara berpikir dari semua ragamnya, tetapi dalam bentuk yang paling sehat dan praktis. Logika itu menyelidiki, menyaring dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan keinginan perorangan.
Perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan munculnya ilmu-ilmu baru dengan berbagai disiplin yang akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu pengetahuan baru kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti spesialisasi-spesialisasi. Ilmu pengetahuan hakekatnya dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan dengan patokan-patokan serta tolok ukur yang mendasari kebenaran masing-masing bidang.
pada zaman sekarang ini, manusia dituntut untuk memilki pola pemikiran logika, hal itu harus dimiliki pada setiap individu jika kita ingin menjadi bagian terdepan dalam zaman ini. karena pola pemikiran yang tidak terstruktur atau tidak mendasar akan menyebabkan kita kesulitan dalam memecahkan masalah yang sering kita alami di dalam kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Filsafat Ilmu?
2. Apa itu Logika?
3. Apa hubungan antara Filsafat Ilmu dan Logika?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu Filsafat Ilmu.
2. Untuk mengetahui apa itu Logika.
3. Untuk mengetahui apa hubungan antara Filsafat Ilmu dan Logika.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Filsafat Ilmu
Terdapat perbedaan antara pengetahuan dengan ilmu, terutama dalam pemakaiannya. Ilmu lebih menitik beratkan pada aspek teoritisasi dari sejumlah pengetahuan yang diperoleh dan dimiliki manusia, sedangkan pengetahuan tidak mensyaratkan teorisasi dan pengujian. Meskipun begitu, pengetahuan merupakan sejumlah informasi yang menjadi landasan awal bagi lahirnya ilmu. Tanpa pengetahuan, ilmu tidak akan ada dan tidak mungkin lahir.
Kemudian, pada saat itu pula seorang ahli bernama Immanuel Kant menyatakan bahwa filsafat merupakan sebuah disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup pengetahuan manusia secara lengkap. Karena pengetahuan ilmiah atau tingkat pengetahuan yang lebih tinggi, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai terusan dari pengembangan filsafat pengetahuan. Jadi, bisa dikatakan secara sederhana bahwa filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang memposisikan objek sasarannya, yaitu ilmu.
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya (Semiawan, 2005).
Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan) yang mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah. Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan sosial, dimana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama.
Secara umum filsafat ilmu ini berusaha untuk menjelaskan masalah-masalah seperti, apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut lahir, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan, serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah informasi, penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan, serta implikasinya terhadap masyarakat dan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi, diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Telaah yang kedua adalah dari segi epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
B. Logika
Penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik sesuatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Manusia pada hakikatnya merupakan mahluk yang berpikir, merasa, bersikap, dan bertindak. Sikap dan tindakan yang bersumber pada pengetahuan yang didapatkan lewat kegiatan merasa atau berpikir. Penalaran menghasilkan pengetahuan yang dikaitkan dengan kegiatan merasa atau berpikir. Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama oleh sebab itu kegiatan proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itupun berbeda-beda dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan landasan bagi proses kebenaran tersebut. Penalaran merupakan suatu proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai kriteria kebenaran masing-masing.
Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan penalaran itu mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir ituharus dilakukan cara tertentu. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sahih (valid) kalau proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara
Sebagai suatu kegiatan berpikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu.
· Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas dapat disebut logika, dan tiap penalaran mempunyai logika tersendiri atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir logis, dimana berpikir logis di sini harus diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut suatu pola tertentu atau logika tertentu. pola pikir logis yang di gunakan untuk mencari kebenaran. pola pikir logis yang dimaksud adalah suatu proses berpikir yang berpedoman pada tatacara tertentu berdasarkan landasan teori, konsep atau fakta empiris dan dilakukan secara sistematis dan logis.
· Ciri yang kedua dari penalaran adalah sifat analitik dari proses berpikirnya. Penalaran merupakan suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan kerangka berpikir yang digunakan untuk analisis tersebut adalah logika penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri. Sifat analitik ini merupakan konsekuensi dari suatu pola berpikir tertentu.
Menurut John Dewey, langkah pokok dalam pola berfikir ilmiah itu, sebagai berikut:
a. the felt need
b. the problem
c. the hypothesis
d. the collection data as evidence
e. concluding belief
Ada lima model logika, masing-masing model mempunyai cara yang berbeda dalam membuktikan kebenaran.
1. Logika formil aristoteles, yang dikenal dengan nama sylogisme.
2. Logika deduktif yaitu bertolak dari asumsi umum (teori) menuju ke pembuktian secara khusus (fakta empiris). Sedangkan logika deduktif, menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual (khusus). Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebalikny dari penalaran induktif. Deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pertanyaan dan satu kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogismus ini disebut premis yang kemudian dapat dibedakan sebagai premis mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersebut.
3. Logika induktif yaitu berdasarkan fenomena khusus (fakta empiris), menuju kesimpulan secara umum (teori yang berlaku umum). Logika induktif erat hubungannya dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan bersifat umum. Induksi merupakan cara berpikir di mana ditarik dari suatau kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individu. Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataan-pernyataan yang bersifat khas dan dan terbatas dalam menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Kesimpulan yang bersifat umum ini penting artinya karena mempunyai dua keuntungan.
· Bersifat ekonomis.
· Dimungkinkannya proses penalaran selanjutnya.
4. Logika probabilistic yaitu pola pikir yang menghasilkan proposisi-proposisi dalam pernyataan kebenaran relative, artinya dalam pernyataan tersebut memberi peluang atas kemungkinan benar dan kemungkinan salah.
5. Logika reflektif yaitu kombinasi logika deduktif dan induktif dengan jalan mondar-mandir dari kutup deduksi kekutup induksi sampai memperoleh kesimpulan yang memuaskan.
Sejak zaman Yunani kuno pengetahuansesungguhnya berkembang tidak hanya dua melainkan empat bidang pengetahuan yaitu, filsafat, ilmu, matematika dan logika. Masing-masing kemudian mengalami perkembangan kearah yang lebih luas.
Logika adalah bidang pengetahuan yang mempelajari segenap asas, aturan dan tata cara penalaran yang benar. Penalaran adalah proses pemikiran manusia yang berusaha tiba pada pernyataan baru yang merupakan kelanjutan runtut dari pernyataan lain yang diketahui. Pernyataan lain yang telah diketahui itu disebut pangkal pikir (premise), sedangkan pernyataan baru yang diturunkan dinamakan kesimpulan.
Walaupun tidak disebutkan sebagai pengetahuan rasional yang termasuk dalam episteme, logika adalah sepenuhnya suatu jenis pengetahuan rasional. Menurut yang Aristoteles mempelopori pengetahuan jenis keempat ini, logika (waktu itu masih disebutnya sebagai analytika) merupakan suatu alat ilmu (instrumen of science) di luar epistemi yang justru diperlukan untuk mempelajari kumpulan pengetahuan rasional itu.
Dalam abad pertengahan, wibawa Aristoteles diakui sedemikan tinggi sehingga pengetahuan logikanya dijadikan mata pelajaran wajib dalam pendidikan untuk warga bebas. Para pendeta dan guru mengajarkan filsafat sebagai pengetahuan tertinggi bersama-sama dengan logika Aristoteles. Logika yang dikembangkan oleh Aristoteles dan selanjutnya diperlengkapi oleh ahli-ahli logika abad pertengahan dan masa berikutnya kemudian terkenal dengan sebutan logika tradisional. Sampai dengan abad XIX logika tradisional merupakan satu-satunya pengetahuan tentang penalaran yang betul untuk studi dan pendidikan. Tetapi, mulai pertengahan kedua abad XIX dikembangkan logika yang kemudian tergolong sebagai logika modern oleh ahli-ahli matematika seperti George Boole, Auguste De Morgan, dan Gottlob Frege.
Pada dewasa ini logika telah menjadi bidang pengetahuan yang amat luas dan tidak lagi senata-mata bersifat filasafati, melainkan juga bercorak sangat teknis dan ilmiah. Lebih-lebih logika modern telah tumbuh begitu pesat dan demikian beragam sehingga mendesak logika tradisional ke samping dan menjadi bagian kecil yang kurang berarti. Logika modern yang semula hanya mencakup logika perlambang kini meliputi antara lain logika kewajiban, logika ganda-nilai, logika intusionistik, dan berbagai system logika tata baku.
Selain hubungannya yang erat dengan filsafat dan matematik, logika dewasa ini juga telah mengembangkan berbagai metode logis yang banyak sekali pemakaiannya dalam ilmu-ilmu. Kini selain deduksi dan induksi yang merupakan metode-metode pokok, juga dikenal berbagai metode lainnya seperti analisi logika, abstraksi, analogi, serta pembagian dan penggolongan logis. Sebagai misal, metode yang umumnya pertama dipakai oleh sesuatu ilmu ialah penggolongan logis. Ilmu-ilmu yang banyak memakai grafik dalam penjelasannya pada dasarnya menetapkan metode analogi.
Selain itu, logika modern (terutama logika perlambang) dengan berbagai pengertian cermat, lambing yang abstrak, dan aturan yang diformalkan untuk keperluan penalaran yang betul tidak saja dapat menangani perbincangan-perbincangan yang rumit dalam suatu bidang ilmu, melainkan ternyata mempunyai pula penerapan misalnya dalam penyusunan program komputer dan pengaturan arus listrik yang tiadak mempunyai kaitan dengan argumen.
Demikianlah pertumbuhan empat jenis pengetahuan rasional yang telah dipaparkan secara singkat diatas yang pada akhirnya dalam dewasa ini bermuara pada suatu bidang pengetahuan rumit yang dinamakan filsafat ilmu.
C. Hubungan Filsafat Ilmu dan Logika
1. Pembahasan ontology, epistemology dan aksiologi dikaitkan dengan logika yang digunakan untuk pembuktian, baik mengenai kenyataan, kebenaran, dan tingkat kepastian, dapat dikelompokkan menjadi dua aliran filsafat ilmu yaitu empirisme dan rasionalisme/realism.
2. Filsafat empirisme menghendaki kebenaran terbatas pada empiric sensual atau indrawi, memunculkan logika positivstik, sedangkan filsafat rasinalisme menghendaki kebenaran empiric logic, etik dan transedental/metafisik, memunculkan logika phenomenologic.
3. Logika positivistic menghendaki perencanaan riset yang ketat, rinci, terukur, terkontrol dan penetapan data yang konkrit yang teramati, memunculkan jenis penelitian kuantitatif.logika phenomenologik menghendaki perencanaan riset yang longgar dab luwes, sebab data yang dicari tidak pasti, sangat tergantung pada fenomena yang dijadikan sasaran risetnya, yang memunculkan penelitian kualitatif.
4. Logika adalah salah satu cabang atau bagian dari filsafat ilmu yang mempelajari tentang aktivitas akal atau rasio manusia dipandang dari segi benar atau salah. atau dengan kata lain, filsafat ilmu sebagai penopang dalam kerangka menggunakan rasio guna berpikir agar supaya tidak bertentangan dengan kaidah-kaidah etika, moral dan kesusilaan. Atau juga bisa dikatakan bahwa hubungan filsafat ilmu dengan logika adalah filsafat ilmu sebagai tolak ukur atau alat penilaian dari proses menggunakan rasio.
BAB III
SIMPULAN
Secara umum filsafat ilmu ini berusaha untuk menjelaskan masalah-masalah seperti, apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut lahir, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan, serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah informasi, penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan, serta implikasinya terhadap masyarakat dan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pembahasan filsafat ilmu sangat penting karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis, epistemologis maupun aksiologi. Pertama, dari segi ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial.
Pada dewasa ini logika telah menjadi bidang pengetahuan yang amat luas dan tidak lagi senata-mata bersifat filasafati, melainkan juga bercorak sangat teknis dan ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun. 2003. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Pustaka Sinar Harapan: Jakarta.
Pandia, Wisma. 2001. Filsafat Ilmu. STTIP
id.m.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu (Diunduh tanggal 29 Oktober 2014, pkl. 21.00WIB)
No comments:
Post a Comment