Epistemologi (empirisme):
Terjadinya pengetahuan dari pengalaman dan teori kebenaran
Abstrak
Epistemologi merupakan salah satu cabang dari filsafat. Epistemologi diartikan sebagai pengatahuan yang membahas mengenai sistematik pengetahuan. Selain itu epistemologi juga diartikan sebagai theory of knowledge. Terjadinya pengetahuan berdasarkan salah satu aliran epistemologi adalah berasal dari pengalaman yang dialami oleh subjek. Aliran ini diesbut juga sebagai empirisme. Kebenaran dalam epitemologi khususnya dalam pandangan empirisme selalu berhubungan dengan pengalaman. Kebanaran epistemologis sering disebut dengan kebenaran logis. Jadi yang dijadikan sebagai bahan pembahasan maupun persoalan bahan kajian adalah arti dari pengetahuan yang benar dan kapan pengetahuan disebut sebagai pengetahuan yang benar.
Keyword
Epistemologi, empirisme, kebenaran, pengetahuan, dan pengalaman.
I. Pendahuluan
Kata empiris ini berasal dari bahasa yunani emperikos yang berarti pengalaman. Pengalaman yang di maksud adalah pengalaman inderawi. Dalam empirisme dikatakan bahwa akal dianggap sebagai objek, sedangkan pengalaman dianggap sebagai subjek. Oleh karena itu, empirisme ditetapkan kepada paham yang memilih pengalaman sebagai sumber utama pengenalan, baik pengalaman lahiriyah maupun pengalaman batiniyah.
II. Terjadinya Pengetahuan dari Pengalaman.
Sumber – sumber pengetahuan datang dari beberapa bagian. Dalam epistemologi terjadinya pengetahuan sangat jelas pemaparannya. Ada pengetahuan yang berasal dari kerasionalan atau dikenal sebagai rasionalisme. Selain kerasionalan pengetahuan juga didapat dari pengalaman, pengalaman yang diperoleh melalui proses penginderaan panca indra dan daya ingat dari akal manusia. Selain itu untyk mendukung ilmu pasti juga digunakan untuk memperoleh pengetahuan yang didasari dari pengalaman.
a. Hasil Penginderaan
Panca indera adalah sebagai alat yang terbaik dalam memperoleh suatu pengalaman. Salah satu tokoh yang terkenal dalam empirisme adalah John Lock. Ia mengungkapkan bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, namun karena pengalamanlah ia memperoleh pengetahuan. Lock mengatakan bahwa seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana. Selain itu juga Akal berperan sebagai tempat penampungan yang secara pasif menerima hasil –hasil dari penginderaan.
b. Daya Ingat
Apabila terdapat pengalaman yang tidak dapat digali oleh daya ingatan akal, itu berarti merupakan kelemahan akal, sehingga hasil penginderaan tidak lagi dapat diaktualisasikan. Sebagai contoh, ketika ada gambaran mengenai angsa dalam benak kita, lalu kita tidak dapat menjelaskan dimana dan kapan serta semua yang berkaitan mengenai besaran, volume dan keluasan tentang angsa, maka menurut kaum empirisme, ini merupakan kelemahan daya ingat akal yang tidak dapat mengaktualisasikan pengetahuan yang telah di alami, dan juga dianggap bukan lagi ilmu pengetahuan yang aktual.
c. Positivisme
Setelah pengalaman terkoordinir didalam akal manusia, ilmu – ilmu positif ataupun pasti memperkuat dengan adanya fakta – fakta. Meskipun ada aliran positivisme dalam epistemologi, namun aliran tersebut hanyalah sebagai lanjutan dari empirisme. Inspirasi positivisme yang diambil dari empirisme adalah objektivitas ilmu pengetahuannya. Jadi pengetahuan ).
III. Jenis Kebenaran
Dalam pencarian kebenaran suatu pengetahuan, kebenaran digolongkan terhadap jenis – jenis kebenaran tersebut.
a. Kebenaran Epistemologis
Kebanaran epistemologis sering disebut dengan kebenaran logis. Jadi yang dijadikan sebagai bahan pembahasan maupun persoalan bahan kajian adalah arti dari pengetahuan yang benar dan kapan pengetahuan disebut sebagai pengetahuan yang benar. Hasil atau jawaban dari persoalan dari kebenaeran logis adalah jika sesuatu yang ada dalam pikiran subjek sama halnya dengan apa yang ada di objek.
b. Kebenaran Ontologis
Kebenaran ontologi adalah kebenaran yang sesuia dengan sifat dasar atau kodrat adari suatu objek. Ada tiga jenis kebenaran ontologis;
· Kebenaran ontologis esensialis → menyangkut sifat dasar atau kodrat sesuatu.
· Kebenaran ontologis naturalis → menyangkut kodrat yang seperti diciptakan oleh Tuhan.
· Kebenaran ontologis artifisial → menyangkut kodrat yang diciptakan oleh manusia.
c. Kebenaran Semantik
Kebenaran semantik adalah kebenaran yang berhubungan dengan pemaikan bahasa. Bahasa merupakan ungkapan dari kebeneran.
IV. Teori Kebenaran
Teori kebenaran digunakan untuk menilai dan mengukur pengetahuan menjadi pengetahuan yang benar atau tidak. Ada bebeberapa teori kebenaran;
a. Teori Korespondensi
Teori ini menyatakan suatu pengetahuan bisa dikatakan benar jika proposisi pengetahuan tersebut sesuai dengan fakta. Teori ini diakui dan diterima oleh kalangan luas terutama dianut oleh kaum idealis, seperti H.D Bardley.
b. Teori Koherensi
Teori ini menyatakan suatu proposisi dianggap benar jika proposisi tersebut berhubungan atau berkaitan (koheren) dengan proposisi – proposisi lain yang benar. Teori ini memiliki tingkatan – tingkatan kebenaran, derajat koherensi dianggap sebagai derajat kebenaran. Namun kevalidan dari teori ini dianggap lemah dan perlahan mulai ditinggalkan.
c. Teori Pragmatis
Teori ini menyatakan bahwasannya suatu proposisi dianggap benar dilihat dari realisasi proposisi tersebut, benar tidaknya tergantung pada konsekuensi. Kunci dari teori pragmatis ini adalah “dapat dilaksanakan” dan “berguna”. Para penganut teori setuju bahwa benar tidaknya suatu proposisi dilihat dari dapat tidaknya proposisi tersebut dilaksanakan dan apakah proposisi tersebut berguna. Salah satu tokoh teori ini yakni Kattshoff mengatakan bahwa kebenaran adalah gagasan yang benar dan dapat dilaksanakan dalam suatu situasi.
V. Sifat Kebenaran Ilmiah
Kebenaran ilmiah diperoleh melalui prosedur baku di bidang keilmuan yakni metodologi ilmiah. Pada ilmu – ilmu alam diperlukan fakta – fakta obyektif mutlak untuk membuktikan suatu pernyataan. Jadi, kebenaran adalah kesesuaian proposisi dengan fakta obyektif. Kebenaran ilmiah bersifat obyektif dan universal. Bersifat obyektif maksudnya kebenaran suatu teori ilmiah harus didukung dengan kenyataan obyektif. Sedangkan bersifat universal maksudnya kebenaran ilmiah merupakan hasil dari konvensi para ilmuwan yang ahli di dalam bidangnya. Namun terkadang kebenaran ilmiah juga bersifat relatif, ini dikarenakan rasio yang dimiliki oleh manusi terbatas.
VI. Referensi
http://armawanpena.wordpress.com/2013/10/25/filsafat-rasionalisme-empirisme-kritisme-kant-positivisme-pragmatisme-burhani-dan-irfani/ Disunting pada tanggal 01 Oktober 2014
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.pdf
http://rachmawatiretno.blogspot.com/2013/01/filsafat-ilmu-epistemologi.html Disunting pada tanggal 01 Oktober 2014
No comments:
Post a Comment