Hubungan Ilmu, Teknologi dan Budaya Serta Posisinya dalam Islam”
Abstrak : Jurnal ini membahas tentang hubungan Ilmu dengan teknologi dan budaya serta implementasinya dalam perkembangan keilmuan di dunia Islam. Penulis mencoba menjelaskan rincian hubungan ilmu, teknologi dan budaya serta posisi ilmu di dunia Islam.
Keywords :Filsafat Ilmu, teknologi, budaya, dunia islam
Pengertian Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Budaya
Ilmu Pengetahuan adalah Kumpulan pengetahuan yang benar disusun dengan sistem dan metode untuk mencapai tujuan yang berlaku universal dan dapat diuji/diverifikasi kebenarannya Ilmu pengetahuan juga diartikan sebagai sesuatu yang dinamis, tersusun sebagai teori-teori yang saling mengeritik, mendukung dan bertumpu untuk mendekati kebenaran.
Cabang filsafat yang mempelajari teori pembagian ilmu, metode yang digunakan dalam ilmu, tentang dasar kepastian dan jenis keterangan yang berkaitan dengan kebenaran ilmu tertentu. Filsafat Ilmu Pengetahuan disebut juga Kritik Ilmu, karena historis kelahirannya disebabkan oleh rasionalisasi dan otonomisasi dalam mengeritik dogma-dogma dan tahayul.
Teknologi memiliki banyak definisi yang berbeda-beda. Masing-masing dikemukakan oleh beberapa buku dan ahli dalam bidangnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Teknologi didefinisikan sebagai metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis; ilmu pengetahuan terapan; 2 keseluruhan sarana untuk menyediakan barang-barang yg diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia.
Menurut Miarso (2007:62) teknologi adalah proses yang meningkatkan nilai tambah, proses tersebut menggunakan atau menghasilkan suatu produk , produk yang dihasilkan tidak terpisah dari produk lain yang telah ada, dan karena itu menjadi bagian integral dari suatu sistem.
Sedangkan Budaya dalam KBBI didefinisikan sebagai pikiran; akal budi: hasil --; 2 adat istiadat: menyelidiki bahasa dan --; 3 sesuatu mengenai kebudayaan yg sudah berkembang (beradab, maju): jiwa yg --; 4 cak sesuatu yg sudah menjadi kebiasaan yg sudah sukar diubah.
Hubungan Ilmu pengetahuan, Teknologi dan Budaya
Ketiga sub-judul diatas memiliki hubungan korelitas yang sangat erat. Ilmu pengetahuan pada dasarnya bersumber pada rasio dan fakta, karena rasio dianggap sebagai sumber kebenaran dan mengembangkan faham rasionalisme. Sedangkan fakta itu sendiri hal yang tertangkap lewat pengalaman manusia sehingga menghasilkan paham yang disebut empirisme dimana empiris itu berarti “pengalaman seseorang”.
Ilmu pengetahuan merupakan landasan bagi penciptaan suatu teknologi dan ilmu berperan dalam mengembangkan teknologi tersebut. Jadi, kedua hal tersebut saling berkaitan dan ada semacam hubungan kausalitas. Di sisi lain, perkembangan ilmu dalam satu masyarakat tergantung dari kondisi kebudayaan masyarakat tersebut, dan juga perkembangan ilmu akan mempengaruhi berkembangnya kebudaayaan masyarakat. Ilmu dan budaya mempunyai hubungan yang saling mempengaruhi dan saling tergantung. Pada satu pihak perkembangan ilmu dalam satu masyarakat tergantung dari kondisi budaya masyarakat tesebut, dan juga perkembangan ilmu akan mempengaruhi berkembangnya budaya masyarakat.
Teknologi merupakan bagian dari budaya. Bisa dikatakan bahwa Teknologi adalah wujud budaya dalam bentuk benda. Setiap benda-benda yang di hasilkan, itu pasti dipengaruhi oleh budaya. Kita ambil saja contoh dalam kehidupan sehari-hari dari dua budaya yang berbeda. Negara Jepang merupakan salah satu contoh Negara yang sangat mementingkan kesehatan sehingga banyak produk teknologi yang mereka ciptakan yang fungsinya memelihara kesehatan tubuh. Sedangkan Negara Amerika lebih banyak memproduksi dan berinovasi dalam menciptakan teknologi militernya. Hal ini disebabkan budaya mereka yang bebas (sangat longgar dalam hal kepemilikan senjata).
Kesimpulannya ketiga hal tersebut saling membutuhkan, melengkapi, dan berkaitan. Ketiga hal tersebut merupakan hasil olah pikir manusia dan menghasilkan timbal balik bagi manusia itu sendiri.
Ilmu Pengetahuan dengan Keyakinan Agama (Islam)
Ilmu pengetahuan (Filsafat) dan Agama merupakan tema-tema hangat yang sering diperbincangkan di seluruh dunia. Bahkan di dunia belahan Eropa menjadi topic perdebatan yang sengit dari zaman filosof alam hingga saat ini.
Sejarah Eropa telah membuktikan menurut pandangan mereka bahwa Ilmu itu bersebrangan dengan Agama. Sehingga pada akhirnya di saat tertentu mereka meninggalkan Agama dan lebih memilih ilmu sebagai acuan hidup mereka. Namun perlu penulis tekankan disini bahwa itu merupakan pandangan yang keliru. Saya mengamini bahwa keyakinan terhadap gereja pernah runtuh dengan filsafat namun dengan pengecualian. Lalu muncul pertanyaan dalam benak penulis “mungkinkah agama (samawi) itu tidak bisa menjawab persoalan hidup manusia padahal itu bersumber dari Tuhan?”
Injil (yang asli) adalah kitab yang diturunkan Allah pada Nabi Isa. Nah, ternyata setelah ditelisik, rupanya Agama telah menjadi korban (dijadikan kambing hitam). Padahal justru pengelolanya (Uskup dan kawan-kawan bawahannya ) gereja-lah yang jadi sumber masalah tersebut. Mereka telah menciptakan dogma-dogma yang berlawanan dengan Isi kitab dan keilmuan. Karena dengan adanya ilmu tertentu yang di aminkan, otomatis keuntungan seorang pengelola gereja akan hilang. Saya rasa Agama yang diturunkan Allah tidak akan berlawanan dengan keilmuan.
Pandangan Islam Tentang Ilmu
Jika melihat sejarah turunnya wahyu pertama, sudah jelas sekali bagaimana pandangan Islam terhadap ilmu. Tidak sekonyong-konyong Allah menurunkan 5 ayat surat Al-Alaq jika tanpa maksud tertentu. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan objek yang harus dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut “bismi Rabbik”, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Qurais Shihab menyatakan bahwa kata iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah maupun diri sendiri, baik yang tertulis maupun tidak. Makna yang terkandung dalam kitab suci ini sangat dipahami dan diaktualisasikan oleh umat Islam pada masa dahulu sehingga banyak karya-karya besar yang dihasilkan oleh mereka.
Selain itu, Al-Quran berkali-kali menyebutkan kedudukan atau derajat yang tinggi bagi mereka yang berakal dan menggunakan akal pikirannya. Mungkinkah ini berbenturan dengan orang yang akan berfilsafat? Jelas tidak. “Bacalah dengan nama Tuhanmu” tidak disertai objek tertentu yang berarti objeknya bisa apa saja.
Dalam Islam, harus ada balance antara aspek materi (madiyah) dan non-materi (ruhiyah). Kebahagian, dalam perspektif Islam, hanya bisa diraih dengan mengintegrasikan dan menyeimbangkan antara kedua aspek tersebut. Islam juga mengharuskan umatnya untuk menyeimbangkan antara dimensi akal dan wahyu, ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Kata ‘ilm sendiri dalam al-Qur’an dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak 854 kali. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Dalam pandangan al-Qur’an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Manusia, dalam pandangan al-Qur’an memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Oleh karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula al-Qur’an menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan.
Jadi pada akhirnya Ilmu pengetahuan--hasil olah pikir yang jika dikembangkan melahirkan teknologi—tidak berbenturan dengan Islam (Al-Quran dan Sunnah), malah dianjurkan sekali. Ada seorang dosen yang pernah menantang pada kami di kelas terkait hal ini. Dia bertanya dengan nada menantang sekaligus mengolok:”saya kasih rumah dan mobil jika ada orang yang bisa membuktikan ilmu-ilmu modern yang ditentang atau berseberangan dengan Al-Quran dan Hadits” katanya.
Peran dan Posisi Ilmu Pengetahuan dalam Peradaban Islam
Pada perkembangan awal dunia Islam diwarnai dengan berbagai ekspansi-ekspansi muslim ke seluruh belahan dunia. Masalah social, politik dan ekonomi meruapakn hal yang masuk dalam cita-cita perluasan wilayah Muslim (Penyebaran Agama). Hal ini mendorong para pemikir muslim untuk berpikir secara intelektual. Mereka bertemu dengan agama, etnis, dan kultur yang berbeda. Agama, etnis, dan kultur mungkin akan menghasilkan perdebatan dan pertentangan jika dijadikan dasar. Maka, Ilmu pengetahuan harus menjadi dasar peradaban muslim yang lama kelamaan wilayahnya meluas. Karena untuk mengayomi wilayah yang luas itu dibutuhkan dasar dan pondasi yang bisa membuat peradaban tetap kuat.
Islam mengajarkan kepada umatnya tentang keseimbangan antara aspek materi dan non-materi. Kebahagiaan hanya bisa diraih dengan menyeimbangkan dua hal tersebut. Keseimbangan dimensi akal, wahyu, ilmu agama dan iptek juga sangat menentukan kehidupan umat Islam. Hal ini terlihat dalam Quran. Sebanyak 854 kali kata ‘ilm disebut secara berulang-ulang.
Dalam pandangan al-Qur’an, ilmu adalah keistimewaan yang menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan fungsi kekhalifahan. Manusia, dalam pandangan al-Qur’an memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya dengan seizin Allah. Oleh karena itu, bertebaran ayat yang memerintahkan manusia menempuh berbagai cara untuk mewujudkan hal tersebut. Berkali-kali pula al-Qur’an menunjukkan betapa tinggi kedudukan orang-orang yang berpengetahuan.
Tidak dapat dipungkiri juga kemajuan-kemajuan di Eropa paska revolusi industry, mendorong umat Islam untuk mengimbangi kemajuan di segala bidang. Banyak naskah-naskah yang di terjemahkan guna dipelajari. Hal ini membuktikan kemajuan suatu Negara dan agama salah satunya ditentukan dengan Ilmu. Bahkan dalam peperangan sekalipun. Disana ada taktik yang dipelajari sesuai fakta empiris yang mendasari setiap strategi-strategi. Dengan adanya fakta empiris, tidak salah lagi strategi perang juga merupakan sebuah Ilmu. Jadi, sebelum era modern pun, ilmu pada zaman ekspansi sangat menentukan keberhasilan dakwah Islam.
Ilmu pengetahuan begitu penting terutama disaat umat ditinggal Rasulullah SAW. Kemajuan zaman selalu menimbulkan persoalan-persoalan yang baru dan aneh. persoalan tersebut mungkin tidak pernah teralami oleh umat dan Rasulnya. Mungkin juga persoalan baru tersebut tidak ada penjelasan yang rinci didalam Quran dan Sunah. Hal ini pasti akan menimbulkan kebimbangan. Ketika zaman dulu, disana ada utusan Allah tempat bertanya. Sedang saat Rasul wafat, tidak ada lagi tempat untuk bertanya dan dimintai pemecahannya (dalam arti lain). Maka dari itu munculah ijtihad yang menggunakan ra’yu. Mereka mulai membuka dan mengolah akal pikiran mereka terhadap persoalan hidup. Dari sana muncullah ilmu-ilmu baru sebagai pemecah kebuntuan dari pertanyaan baru. Perubahan harus ditafsirkan dalam rangka struktur fisik luarnya, dan infrastruktur dari gagasan epistemologi Islam yang harus dipulihkan secara keseluruhan. Dengan kata lain, pengembangan ilmu pengetahuan dalam bentuk lahiriahnya, jangan sampai menghilangkan makna spiritualnya, yakni sebagai sarana untuk menyaksikan kebesaran Tuhan. Jadi, posisi ilmu saat itu sangat penting dan menentukan sekali dalam peradaban awal Islam yang bukan saja mengenai persoalan dunia tapi seimbang dengan pentingnya persoalan Ilahiah.
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat di ambil dari jurnal sederhana ini yaitu adanya hubungan yang saling mengisi satu sama lain antara Ilmu dengan Budaya dan teknologi. Bisa jadi ketiga hal tersebut adalah satu kesatuan; ilmu produk dari akal yang prosesnya dilakukan oleh aktifitas berfikir manusia. Selanjutnya ilmu pengetahuan melahirkan teknologi-teknologi hasil implementasi dari keilmuan. Sedang teknologi hasil pemikiran akan dipengaruhi oleh budaya si pemikir. Sehingga ketiga-tiganya adalah satu kesatuan dan tidak dapat di pisahkan
Ilmu pengetahuan dalam pandangan Agama Islam sangat menentukan keberhasilan manusia baik di dunia maupun di akhirat sebagaimana sabda Rasul, “Barangsiapa yang ingin berhasil di dunia maka harus dengan ilmu, barangsiapa yang ingin berhasil di akhirat maka dengan ilmu, dan siapa yang ingin berhasil di dunia dan akhirat harus dengan ilmu” sehingga kedudukan orang yang berilmu dalam Islam memiliki derajat yang tinggi daripada yang tidak berilmu.
Tidak ada benturan sama sekali antara ilmu (mau ilmu zaman dulu atau modern) yang bertentangan dengan Quran dan Hadits. Justru banyak ilmu yang sekarang di temukan oleh manusia melalui proses empiric, sebelumnya telah di jelaskan secara general dalam dua sumber tersebut. Selanjutnya terdapat perbedaan tujuan dalam memahami ilmu dalam Islam. Yaitu ilmu dijadikan kebutuhan untuk lebih menghayati kekuasaan Tuhan. Dengan ilmu manusia diusahakan akan lebih mendekatkan diri dengan Tuhannya.
Secara general, dogma-dogma agama samawi sebelum Islam yang membuat pola pemikiran manusia menjadi kaku sebenarnya bukan berasal dari ajaran sumber hukum agama tersebut. Melainkan penambahan, pendekonstruksian isi dan substansinya oleh orang tertentu ( ex, uskup) dalam proses penerjemahan. Mereka telah keliru dalam menerjemahkan kitab mereka sendiri karena bukan hanya bahasa saja yang di terjemahkan tetapi malah substansinya juga ikut-ikutan di dekonstruksi. Namun, Al-quran memegang prinsip substansial dalam penerjemahan. Aspek budaya dan sabab nuzulnya menjadi acuan dalam penerjemahan. Sehingga hanya terjadi peralihan bahasa saja tanpa mengubah isi dan substansinya.
Referensi
Amilda, LM 2011. KEDUDUKAN ILMU PENGETAHUAN DALAM MEMBANGUN PERADABAN ISLAM: SEBUAH TINJAUAN ANTROPOLOGI. JIA/Juni 2011/Th. XII/Nomor 1/1-16
No comments:
Post a Comment