Perkembangan Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu sebagai bagian integral dari filsafat secara keseluruhan perkembangannya tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan filsafat itu sendiri secara keseluruhan. Menurut Lincoln Cuba, sebagai yang dikutip oleh Ali Abdul Azim, bahwa kita mengenal tiga babakan perkembangan paradigma dalam filsafat ilmu di Barat yaitu era prapositivisme, era positivisme dan era pasca modernisme.
Era pra positivisme adalah era paling panjang dalam sejarah filsafat ilmu yang mencapai rentang waktu lebih dari dua ribu tahun. Dalam uraian ini, penulis cenderung mengklasifikasi perkembangan filsafat ilmu berdasarkan ciri khas yang mewarnai pada tiap fase perkembangan. Dari sejarah panjang filsafat, khususnya filsafat ilmu, penulis membagi tahapan perkembangannya ke dalam tujuh fase sebagai berikut:
1. Pra Yunani Kuno
2. Filsafat Ilmu Zaman Kuno
3. Filsafat Ilmu Zaman Pertengahan
4. Filsafat Ilmu Zaman Rennaisance
5. Filsafat Ilmu Zaman Modern
6. Filsafat Ilmu Zaman Positivisme
Perkembangan Filsafat ilmu pada ketujuh fase tersebut akan penulis uraikan dengan mengedepankan aspek-aspek yang mewarnai perkembangan filsafat ilmu di masanya sekaligus yang menjadi babak baru dan ciri khas fase tersebut yang membedakannya dari fase-fase sebelum dan atau sesudahnya. Di samping itu penulis juga akan mengungkap tentang peran filosof muslim dalam perkembangan filsafat ilmu ini, walaupun bukan dalam suatu fase tersendiri.
1. Pra Yunani Kuno (abad 15-7 SM)
Dalam sejarah perkembangan peradaban manusia yakni ketika belum mengenal peralatan seperti yang dipakai sekarang ini, pada masa itu manusia masih menggunakan batu sebagai peralatan. Masa zaman batu berkisar antara 4 juta tahun sampai 20.000 tahun sebelum masehi. Sisa peradaban manusia yang ditemukan pada masa ini antara lain: alat-alat dari batu, tulang belulang dari hewan, sisa beberapa tanaman, gambar-gambar digua-gua, tempat-tempat penguburan, tulang belulang manusia purba. Evolusi ilmu pengetahuan dapat diruntut melalui sejarah perkembangan pemikiran yang terjadi di Yunani, Babilonia, Mesir, China, Timur Tengah dan Eropa.
2. Filsafat Ilmu Zaman Kuno (abad ke 7-2 SM)
Filsafat yang dipandang sebagai induk ilmu pengetahuan telah dikenal manusia pada masa Yunani Kuno. Di Miletos suatu tempat perantauan Yunani yang menjadi tempat asal mula munculnya filsafat, ditandai dengan munculnya pemikir-pemikir besar seperti Thales, Anaximandros dan Anaximenes. Pemikiran filsafat yang memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri ini berkembang terus pada masa selanjutnya.
Pada zaman Yunani Kuno filsafat dan ilmu merupakan suatu hal yang tidak terpisahkan. Keduanya termasuk dalam pengertian episteme yang sepadan dengan kata philosophia. Pemikiran tentang episteme ini oleh Aristoteles diartikan sebagaian “organized body of rational konwledge with its proper object”. Jadi filsafat dan ilmu tergolong sebagai pengetahuan yang rasional. Dalam pemikiran Aritoteles selanjutnya pengetahuan rasional itu dapat dibedakan menjadi tiga bagian yang disebutnya dengan praktike (pengetahuan praktis), poietike (pengetahuan produktif), dan theoretike (pengetahuan teoritis).
Pemikirannya tersebut oleh generasi-generasi selanjutnya memandang bahwa Aristoteles-lah sebagai peletak dasar filsafat ilmu. Selama ribuan tahun sampai dengan akhir abad pertengahan filsafat logika Aristoteles diterima di Eropa sebagai otoritas yang besar. Para pemikir waktu itu mengaggap bahwa pemikiran deduktif (logika formal) dan wahyu sebagai sumber pengetahuan.
3. Filsafat Ilmu Zaman Pertengahan (Abad 2 SM- 14 M)
Zaman pertengahan (middle age) ditandai dengan para tampilnya theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Ilmuwan pada masa ini adalah hampir semuanya para theolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Atau dengan kata lain kegiatan ilmiah diarahkan untuk mendukung kebenaran agama. Semboyan pada masa ini adalah Anchila Theologia (abdi agama). Peradaban dunia Islam terutama abad 7 yaitu Zaman bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi, 8 abad sebelum Galileo Galilie dan Copernicus. Sedangkan peradaban Islam yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan Sekolah kedokteran dan Astronomi di Jundishapur
4. Filsafat Ilmu Zaman Renaisance(14-17 M)
Memasuki masa Rennaisance, otoritas Aritoteles tersisihkan oleh metode dan pandangan baru terhadap alam yang biasa disebut Copernican Revolution yang dipelopori oleh sekelompok sanitis antara lain Copernicus (1473-1543), Galileo Galilei (1564-1542) dan Issac Newton (1642-1727) yang mengadakan pengamatan ilmiah serta metode-metode eksperimen atas dasar yang kukuh.
Selanjutnya pada Abad XVII, pembicaraan tentang filsafat ilmu, yang ditandai dengan munculnya Roger Bacon (1561-1626). Bacon lahir di ambang masuknya zaman modern yang ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Bacon menanggapi Aristoteles bahwa ilmu sempurna tidak boleh mencari untung namun harus bersifat kontemplatif. Menurutnya Ilmu harus mencari untung artinya dipakai untuk memperkuat kemampuan manusia di bumi, dan bahwa dalam rangka itulah ilmu-ilmu berkembang dan menjadi nyata dalam kehidupan manusia. Pengetahuan manusia hanya berarti jika nampak dalam kekuasaan manusia; human knowledge (pengetahuan manusia) adalah human power (kekuatan manusia).
Perkembangan ilmu pengetahuan modern yang berdasar pada metode eksperimental dana matematis memasuki abad XVI mengakibatkan pandangan Aritotelian yang menguasai seluruh abad pertengahan akhirnya ditinggalkan secara defenitif.
5. Perkembangan Filsafat Zaman Modern (17-19 M)
Zaman ini ditandai dengan berbagai dalam bidang ilmiah, serta filsafat dari berbagai aliran muncul. Pada dasarnya corak secara keseluruhan bercorak sufisme Yunani. Paham–paham yang muncul dalam garis besarnya adalah Rasionalisme, Idialisme, dengan Empirisme. Paham Rasionalisme mengajarkan bahwa akal itulah alat terpenting dalam memperoleh dan menguji pengetahuan. Ada tiga tokoh penting pendukung rasionalisme, yaitu Descartes, Spinoza, dan Leibniz.
Sedangkan aliran Idialisme mengajarkan hakekat fisik adalah jiwa dan spirit. Para pengikut aliran ini pada umumnya, sumber filsafatnya mengikuti filsafat kritisisismenya Immanuel Kant. Fitche (1762-1814) yang dijuluki sebagai penganut Idealisme subyektif merupakan murid Kant. Sedangkan Scelling, filsafatnya dikenal dengan filsafat Idealisme Objektif. Kedua Idealisme ini kemudian disintesakan dalam Filsafat Idealisme Mutlak Hegel.
Pada Paham Empirisme mengajarkan bahwa tidak ada sesuatu dalam pikiran kita selain didahului oleh pengalaman. ini bertolak belakang dengan paham rasionalisme. Mereka menentang para penganut rasionalisme yang berdasarkan atas kepastian-kepastian yang bersifat apriori. Pelopor aliran ini adalah Thomas Hobes, Jonh locke, dan David Hume.
6. Filsafat Ilmu Zaman Positivisme (19 M)
Memasuki abad XIX perkembangan Filsafat Ilmu memasuki Era Positivisme. Positivisme adalah aliran filsafat yang ditandai dengan evaluasi yang sangat terhadap ilmu dan metode ilmiah. Aliran filsafat ini berawal pada abad XIX. Pada abad XX tokoh-tokoh positivisme membentuk kelompok yang terkenal dengan Lingkaran Wina, di antaranya Gustav Bergman, Rudolf Carnap, Philip Frank, Hans Hahn, Otto Neurath dan Moritz Schlick.
Pada penghujung abad XIX (sejak tahun 1895), pada Universitas Wina Austria telah diajarkan mata kuliah Filsafat Ilmu Pengetahuan Induktif. Hal ini memberikan indikasi bahwa perkembangan filsafat ilmu telah memasuki babak yang cukup menentukan dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan dalam abad selanjutnya.
Memasuki abad XX perkembangan filsafat ilmu memasuki era baru. Sejak tahun 1920 panggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivisme Logis atau yang disebut Neopositivisme dan Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh Lingkaran Wina (Winna Circle, Inggris dan Wiener Kreis, Jerman). Aliran ini merupakan bentuk ekstrim dari Empirisme. Aliran ini dalam sejarah pemikiran dikenal dengan Positivisme Logic yang memiliki pengaruh mendasar bagi perkembangan ilmu. Munculnya aliran ini akibat pengaruh dari tiga arah. Pertama, Emperisme dan Positivisme. Kedua, metodologi ilmu empiris yang dikembangkan oleh ilmuwan sejak abad XIX dan Ketiga, perkembangan logika simbolik dan analisa logis.
Secara umum aliran ini berpendapat bahwa hanya ada satu sumber pengetahuan yaitu pengalaman (empiris). Selain itu mereka juga mengakui adanya dalil-dalil logika dan matematika yang dihasilkan lewat pengalaman yang memuat serentetan tutologi, subjek dan predikat yang berguna untuk mengolah data pengalaman menjadi keseluruhan yang meliputi segala data itu.
Lingkaran Wina sangat memperhatikan dua masalah, yaitu analisa pengetahuan dan pendasaran teoritis matematika, ilmu pengetahuan alam, sosiologi dan psikologi. Menurut mereka wilayah filsafat sama dengan wilayah ilmu pengetahuan lainnya. Tugas filsafat ialah menjalankan analisa logis terhadap pengetahuan ilmiah. Filsafat tidak diharapkan untuk memecahkan masalah, tetapi untuk menganalisa masalah dan menjelaskannya. Jadi mereka menekankan analisa logis terhadap bahasa. Trend analisa terhadap bahasa oleh Harry Hamersma dianggap mewarnai perkembangan filsafat pada abad XX, di mana filsafat cenderung bersifat Logosentrisme
7. Filsafat Ilmu Kontemporer
Perkembangan Filsafat Ilmu di zaman ditandai dengan munculnya filosof-filosof yang memberikan warna baru terhadap perkembangan Filsafat Ilmu sampai sekarang.
Muncul Karl Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menadai babak baru sekaligus merupakan masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian disebut zaman Filsafat Ilmu Pengetahuan Baru. Hal ini disebabkan Pertama, melalui teori falsifikasi-nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya tentang berguru pada sejarah ilmu-ilmu, Popper mengintroduksikan suatu zaman filsafat ilmu yang baru yang dirintis oleh Thomas Samuel Kuhn.
Para tokoh filsafat ilmu baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, N.R. Hanson, Robert Palter dan Stephen Toulmin dan Imre Lakatos memiliki perhatian yang sama untuk mendobrak perhatian besar terhadap sejarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam upaya mendapatkan serta mengkonstruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai pemberontakan terhadap Positivisme.
Thomas S. Kuhn populer dengan relatifisme-nya yang nampak dari gagasan-gagasannya yang banyak direkam dalam paradigma filsafatnya yang terkenal dengan “The Structure of Scientific Revolutions” (Struktur Revolusi Ilmu Pengetahuan).
Kuhn melihat bahwa relativitas tidak hanya terjadi pada benda seperti yang ditemukan Einstein, tetapi juga terhadap historis filsafat Ilmu sehingga ia sampai pada suatu kesimpulan bahwa teori ilmu pengetahuan itu terus secara tak terhingga mengalami revolusi. Ilmu tidak berkembang secara komulatif dan evolusioner melainkan secara revolusioner.
Salah seorang pendukung aliran filsafat ilmu baru ialah Paul Feyerabend (Lahir di Wina, Austria, 1924) sering dinilai sebagai filosof yang paling kontroversial, paling berani dan paling ekstrim. Penilaian ini didasarkan pada pemikiran keilmuannya yang sangat menantang dan provokatif. Berbagai kritik dilontarkan kepadanya yang mengundang banyak diskusi dan perdebatan pada era 1970-an.
Manfaat Mempelajari Sejarah Filsafat Ilmu
a. Untuk semakin mempertegas dan memperdalam pengetahuan tentang filsafat ilmu.
b. Melatih diri dalam melakukan penelitian, pengkajian dan pengambilan kesimpulan terhadap suatu hal.
c. Menjadi acuan motivasi untuk lebih kritis terhadap ilmu pengetahuan.
Kesimpulan
Sejarah ilmu pengetahuan pada dasarnya sejalan dengan sejarah dunia ini. Begitu pula dengan sejarah perkembangan filsafat ilmu yang ada di dunia ini.
Namun begitu, ada beberapa fase yang penulis simpulkan seiring dengan perjalanan sejarah dunia dan sejarah perjalanan filsafat ilmu itu sendiri, antara lain: Pra Yunani Kuno, Filsafat Ilmu Zaman Kuno, Filsafat Ilmu Zaman Pertengahan, Filsafat Ilmu Zaman Rennaisance, Filsafat Ilmu Zaman Modern, Filsafat Ilmu Zaman Positivisme, Filsafat Ilmu Kontemporer.
Daftar Pustaka
No comments:
Post a Comment