metode induktif francis bacon dalam kajian epistimologi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di era globalisasi ini, bidang Filsafat sudah menjadi bahan ajaran bagi setiap Universitas, bahkan bidang ini juga menjadi mata kuliah wajib yang harus diambil. Berbagai kajian mengenai hakikat kehidupan, mulai dari bagaimana kehidupan ini? Sampai untuk apa kehidupan ini? Dipelajari. Kelahiran suatu ilmu tidak dapat dipisahkan dari peranan filsafat, oleh karena itu perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Ilmu atau sains merupakan komponen terbesar yang diajarkan dalam semua strata pendidikan. Filsafat merupakan roh bagi semua ilmu, maka tidak aneh jika para pakar mengupas hubungan ilmu dan filsafat selalu menempatkan filsafat dalam posisi yang prestisius.
Filsafat juga memiliki peranan penting dalam perkembangan sains atau ilmu pengetahuan. banyak hasil temuan berharga ilmu pengetahuan diberbagai disiplin ilmu, baik ilmu sosial, kedokteran, biologi, farmasi dll. Bergerak mulai dari konsep pemikiran, teori, hukum-hukum, tesis, hipotesis, sampai pada yang sudah berwujud teknologi. Dalam tradisi keilmuan Islam kita mengenal khazanah keilmuan yang banyak, ‘ulum al-Quran, ‘ulum Hadist, ‘ilmu kalam, ilmu fikih, ilmu filsafat, ilmu-ilmu kebahasaan dan masih banyak lagi yang lainnya, beserta pecahan cabang dari masing-masing ilmu tersebut.
Untuk membangun sebuah ilmu yang lengkap dengan segara karakteristiknya, maka seorang pemikir perlu untuk menjawab pertanyaan, bagaimana proses menyusun pengetahuan yang masih berserakan hingga menjadi ilmu? Bagaimana prosedur dan mekanismenya? Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? Cara/ tehnik/ sarana apa yang membantu dalam mendapatkan pengetahuan? Pertanyan-pertanyaan tersebut merupakan bagian atau pembahasan epistemologi dalam filsafat ilmu.
Dari pertanyaan-pertanyaan dan pembahasan epistimologi tersebut, dapat menghadirkan berbagai jawaban yang berbeda, mulai dari jaman Yunani kuno sampai sekarang. Masing-masing jawaban mewakili aliran yang sedang berkembang, sebagaimana yang kita ketahui ada banyak aliran yang muncul dalam kajian epistimologi ini, seperti empirisme, rasionalisme, positipisme, kritisisme dan sebagainya. Dalam tulisan ini, penulis akan mencoba memaparkan salah seorang filosof dan ilmuwan terkenal, ia adalah Francis Bacon (1561-1626) yang terkenal dengan teori Induktifnya. Maka jelas, dalam tulisan ini, penulis akan mencoba memaparkan bagaimana metode induktif Francis Bacon dalam Filsafat Ilmu, khususnya dalam bidang kajian epistimologi.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa itu Metode Induktif?
b. Bagaimana Metode Iduktif Francis Bacon?
c. Bagaimana cara Mengaplikasikan Metode ini?
1.3. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui apa itu Metode Induktif.
b. Untuk mengetahui bagaimana Metode Induktif Francis Bacon.
c. Untuk mengetahui bagaiaman cara mengaplikasikan Metode Induktif dalam penelitian.
d. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fislafat Ilmu.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian Filsafat
Filsafat merupakan pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mcngenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Istilah dari filsafat berasal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab.
Pengertian filsafat secara terminologi sangat beragam. Para filsuf merumuskan pengertian filsafat sesuai dengan kecenderungan pemikiran kefilsafatan yang dimilikinya. Seorang Plato mengatakan bahwa : Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli. Sedangkan muridnya Aristoteles berpendapat kalau filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Lain halnya dengan Al Farabi yang berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya
2.2. Pengertian dan Sejarah Perkembangan Epistimologi
Kata epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yang terdiri dari dua kata yaitu kata episteme yang memiliki arti pengetahuan dan kata logos yang memiliki arti pikiran, teori, atau ilmu. Bisa dikatakan Epistemologi adalah pikiran atau teori tentang pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Epistemologi juga merupakan cabang filsafat yang mempunyai pembahasan mengenai terjadinya pengetahuan, sumber pengethauan, asal mula pengetahuan, batasan-batasan, sifat-sifat, dan kebenaran pengetahuan itu sendiri. Epistemologi mempunyai dua objek pokok; objek material dan objek formal. Objek material dari epistemologi adalah pengetahuan. Sedangkan objek formal dari epistemologi adalah hakikat pengetahuan.
Apabila kita melihat pada sejarahnya, epistimologi telah ada sejak zaman Yunani dan terus berkembang sampai sekarang.
a. Zaman Yunani
Pada zaman ini, filsafat didominasi oleh tiga warna, Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates (470-399 SM) dengan metode maieutika dialektis kritis induktif. Dalam metode ini dikumpulkan contoh dan peristiwa konkret untuk kemudian dicari umumnya. Kemudian kedatangan Plato (428-347 SM) mengumumkan metode Sokrates tersebut sehingga menjadi teori ide, yaitu teori Dinge an sich versi Plato. Selanjutnya datang Aristoteles (382-322 SM), ia mengembangkan dari Plato menjadi teori tentang ilmu, kemudian barulah logika. Epistemologi dapat dikatakan terwujud berkat karyanya yang di sebut To Organom, yang mana membahas teori metode silogisme deduktif. Setelah karya Aristoteles terus menjadi perhatian, dan bermunculan filosof yang mengembangkan logika Aristoteles ini.
Kemudian, muncul zaman dekadensi logika. Selama ini logika mengembang karena menyertai perkembangan pengetahuan dan ilmu yang menyadari betapa berseluk beluknya kegiatan berfikir yang setiap langkahnya mesti dipertanggungjawabkan. Kini ilmu menjadi dangkal sifatnya dan sangat sederhana, maka logika juga merosot.
b. Abad Pertengahan
Pada abad XIII, logika epistemologi hanya berkisar pada karya Aristoteles, dan beberapa karya filosof lainnya, yang mana memiliki corak yang sama, yaitu metode silogisme deduktif. Baru pada abad XIII sampai dengan abad XV, berkembanglah apa yang disebut logika modern, yaitu semacam aljabar pengertian dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran-kebenaran tertinggi. Namun pada dasarnya pada abad ini tidak lain adalah penyempurnaan teori silogisme Aristoteles, dan yang lain-lain terkait dengan penyempurnaan tehnis dari filsafat Yunani.
c. Zaman Modern
Di zaman modern ini, logika epistemologi Aristoteles yang bersifat deduktif silogistis mendapatkan hantaman kritik cukup keras. Beberapa kalangan menyatakan bahwa metode dalam mendapatkan ilmu pengetahuan dengan cara deduktif silogistis tidak akan mampu menghasilkan apapun dalam penemuan ilmu pengetahuan baru, terutama hasil karya alam. Dengan ini maka metode deduktif silogisme Aristoteles seharusnya tidak digunakan lagi.
Oleh karena itu, haruslah dimunculkan motode baru yang lebih jitu sebagai pengganti metode deduktif silogisme Aristoteles, yang dikenal dengan metode induktif untuk menemukan kebenaran, yang berdasarkan pada pengamatan empiris, analisis data yang diamati langsung dengan panca indra, penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis atau kesimpulan sementara, dan verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan eksperimen lebih lanjut. Metode ini dikembangkan dan disistematisasikan oleh Francis Bacon.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Biografi Francis Bacon
Francis Bacon adalah seorang filosof Inggris yang terkenal sebagai pelopor empirisme Inggris, namun bukan berarti ia ateis. Ia berpendapat bahwa filsafat harus dipisahkan dari teologi, bukan dicampur sebagaimana skolatisme. Urusan teologi hanya bisa diketahui oleh wahyu, sedangkan filsafat hanya pada akal semata, karena itulah dia termasuk pendukung dokrin ‘kebenaran ganda’ yakni akal dan wahyu. Agama yang dianut Bacon adalah Ortodoks.
Bacon lahir pada tanggal 22 Januari 1561 di York House, London. Ayahnya adalah pejabat tinggi kerajaan Inggris. Pada usia 12 tahun, Bacon telah belajar di Trinity College, Cambridge University. Setelah selesai pendidikan di Cambridge, ia diangkat sebagai staf kedutaan Inggris di Prancis. Pada usia yang cukup muda 23 tahun ia telah diangkat menjadi anggota parlemen. Pada tahun 1618, James I mengangkatnya menjadi Lord Chancellor dan kemudian menjadi Viscount St. Albans. Setelah lima tahun dari jabatannya (1626), dia meninggal karena kedinginan ketika melakukan eksperimen dengan mendinginkan ayam danmembungkusnya dengan salju.
Francis Bacon mengalami banyak keresahan dan kegelisahan menyikapi situasi dimana dia hidup pada saat itu. Satu antaranya adalah berkembang klaim dikhotomik gereja antara studi agama dan studi alam, bahkan adanya konflik yang serius. Gereja menyatakan ilmu pengetahuan adalah jalan menuju neraka. Bukan hanya itu, Bacon juga melihat nyaris semua orang memiliki kwalitas rendah intelektual, sehingga wajar kalau gereja menyatakan tidak semua orang layak untuk menyentuh kitab Injil yang suci. Ditambah lagi, Bacon melihat bahwa kebenaran ilmu penuh dengan keragu-raguan, karena banyak wacana ilmu yang berkembang hanyalah dogmatisme belaka, diimbangi dengan adanya tradisi hermetik dan skolastisisme dimana-mana, makin sempurnalah kerisauan filosof ini.
Disisi lain, kian hari semakin diperparah dengan kekuasaan geraja yang terus mengakar, terlebih ketika disokong oleh bantuan dana yang begitu besar dari kerajaan. Secara otomatis hal ini menjadikan hegemoni mereka semakin kuat, bukan hanya dalam ranah menentukan kebijakan publik religius, bahkan termasuk ilmu sains pun tidak luput dari ketetapan gereja. Dengan adanya kerisauan ini, Francis Bacon mencoba memberikan gagasan baru dalam memberikan perubahan terhadap keadaan dimana ia hidup pada saat itu, yang mana tertuang dalam karya-karyanya.
Karya tulis Bacon yang paling terkenal adalah The Advancement of Learning, New Atlantis, dan Novum Organum. Secara umum pandangan Bacon bisa dikatakan praktis, konkret dan utilitaris. Bagi Bacon, untuk mengenal sifat-sifat segala sesuatu perlu penelitian yang empiris. Pengalamanlah yang menjadi dasar pengetahuan. Apa yang diungkapkan Plato menjadi semboyan Bacon, pengetahuan adalah kekuasaan (knowledge is power). Menguasai kekuatan-kekuatan alam dengan penemuan dan penciptaan ilmiah. Dengan demikian Bacon menginginkan bawah ilmu pengetahuan haruslah diupayakan untuk memanfaatkan alam guna kepentingan kelancaran hidup manusia, melalui penemuan sains. Dan itu hanya bisa dilakukan dengan beralih pada metode induksi.
3.2. Metode Induktif
Jika kita berbicara tentang Metode Induktif, alangkah lebih baiknya kita mengtahui Metode Deduktif. Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh.contoh kongkrit atau fakta. fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau jeneralisasi tersebut. Misalnya: petani selalu ragu dalam mengembangkan usahanya. Kemudian dijabarkan fakta-fakta tentang angka-angka produksi dibandingkan modal usaha, dan sebagainya. Metode Deduktif digunakan dalam sebuah penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian di buktikan dengan pencarian fakta. Contohnya, Penelitian bahasa Arab kebanyakannya berangkat dari kaidah-kaidah bahasa Arab kemudian dicarilah fakta-fakta yang terdapat dalam sumber data, dalam hal ini, biasnya yang menjadi sumber datanya yaitu al-Qur’an.
Metode deduktif dalam tahapan-tahapannya, sama dengan metode lain, yaitu:
a. Tahapan Sepekulasi (berasal dari bahasa latin “speculum/cermin”).
b. Tahapan Observasi dan klasifikasi.
c. Tahapan perumusan hipotesis
Berbeda dengan Metode Induktif, metode ini merupakan kebalikan dari metode deduktif. Yang mana contoh.contoh kongkrit dan fakta.fakta diuraikan terlebih dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan atau jeneralisasi. Pada metode induktif, data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta. Di dalam penelitian linguistik sering digunakan metode induktif dan deduktif, mengapa demikian? Karena linguistik termasuk ilmu yang berusaha menyusun teori tentang bahasa. Kelebihan dari metode induktif adalal sebagai berikut:
a. Metode induktif lebih dapat menemukan kenyataan yang kompleks yang terdapat dalam data.
b. Metode induktif lebih dapat membuat hubungan antara peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan dipertimbangkan.
c. Metode induktif lebih dapat memberikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada latar lainnya.
d. Metode induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan.
e. Metode deduktif memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari setuktur analitik.
3.3. Metode Induktif Francis Bacon
Pada dasarnya, metode induksi dipahami sebagai proses berpikir di mana orang berjalan dari yang kurang universal menuju yang lebih universal, atau dengan kata lain dari yang individual/partikular menuju ke yang umum/universal. Metode Induksi bisa mengantarkan manusia pada tingkatan inderawi dan individual menuju ke tingkatan intelektual dan universal.
Apabila kita melihat metode ini lebih mengerucut, metode ini merupakan persoalan generalisasi empiris, yang mana kita berargumen bahwa karena sesuatu telah terbukti benar dalam sejumlah kasus yang diamati, besar kemungkinan yang diperoleh tidak bersifat pasti (kecuali dalam kasus-kasus khusus), akan tetapi, hal tersebut bisa jadi menjadi sangat besar kemungkinannya dan seluruh prediksi rasional kita mengenai masa depan tergantung pada referensi ini. Pengambilan kesimpulan dengan induksi sudah pasti tidak sekedar masalah empiris karena kita bisa menggunakannya untuk menyimpulkan apa yang belum kita amati.
Francis Bacon, menggunakan metode induktif sebagai akibat dari ketidak puasannya terhadap metode deduktif Aristoteles. Dalan teori pengetahuan ilmiah modern, Bacon dikenal sebagai seorang sosok yang kontroversial. Bahkan menurut para pendiri masyarakat moderen, dia pernah dianggap seorang nabi dalam sebuah metodologi ilmiah yang baru. Bacon adalah seorang filusuf yang selalu berinovasi. Seorang inovator sekaligus seorang juara terkait dengan metode percobaan induktifnya yang terkenal. Ia mengkritisi metode Aristoteles yang beraliran deduktif. Dalam penggunaan metodenya Bacon sangat menekankan pada induksi-empiristik dan menjadikan metode ini sebagai satu-satunya metode ilmiah yang sah dalam pengembangan ilmu. Ia menulis Novum Organum (Metode baru) sebagai tandingan terhadap logika Aristoteles yang terdapat dalam karya Organom. Pemikirannya tentang ilmu pengetahuan sangat terkenal pragmatis fungsional. Menurutnya ilmu hanya bermakna jika dapat diterapkan secara praktis.
3.4. Pengaplikasian Metode Induktif Francis Bacon
Sebagaimana yang dicantumkan dalam artikel yang berjudul Epistomologi Induktivisme Francis Bacon yang dikutip dari buku Novum Organum, Bacon menyempurnakan metode ilmiah induksi. Menurutnya, logika silogisme tradisional tidak sanggup lagi menghasilkan penemuan empiris yang baru, ia hanya dapat membantu mewujudkan konsekwensi deduktif dari apa yang sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan terus berkembang dan memunculkan teori-teori hukum baru, maka metode deduksi harus ditinggalkan, dan diganti dengan metode induksi modern. Cara induksi secara sederhana adalah bermula dari rasio bertitik pangkal pada pengamatan indrawi yang partikuler, lalu maju sampai pada ungkapan-ungkapan yang paling umum guna menurunkan secara deduktis ungkapan-ungkapan yang kurang umum. Untuk menghindari penggunaan Metodi Induksi yang keliru, Bacon menyarankan agar kita menghindari empat macam rintangan atau idola dalam berpikir. Rintangan tersebut diantaranya:
a. Idola Tribus (The Idols of Tribe).
Yang dimaksud Idola tribus adalah menarik kesimpulan tanpa dasar secukupnya, berhenti pada sebab-sebab yang diperiksa secara dangkal (sebagaimana pada umumnya manusia awam/ tribus). Sumber kesesatan ini pada dasarnya bersumber pada kodrat manusia sendiri, pada ras manusia, misalkan, manusia hanya mempunyai lima indra, dan tidak lebih. Segala hal diukur menurutukuran pribadi individual, tidak menurut ukuran semesta. Padahal akal manusia adalah cermin yang palsu, menerima cahaya tidak teratur, membengkokkan dan meluruskan hakekat segalanya dengan mencampurkan hakikatnya sendiri dengan hakekat sesuatu tadi. Dengan ini manusia sekaligus berpotensi menjadikan tertutupnya hakekat kebenara.
b. Idola Specus (The Idols of the Cave).
Idola specus, yaitu menarik kesimpulan hanya berdasarkan prasangka pribadi, prejudice, selera a priori (seperti manusia di dalam gua/ specus). Setiap orang, disamping didukung oleh kesesatan-kesesatan yang umum pada umat manusia, ia juga dikurung oleh keterbatasan diri sendiri, yang membiasakan dan melunturkan cahaya realitas. Hal ini disebabkan karena sifat pribadinya yang khas tertentu, dapat disebabkan karena membaca buku-buku dan karena otoritas yang ia hormati dan kagumi, atau bisa jadi karena kesan-kesan yang berbeda yang terjadi pada pikiran yang sedang dikuasai sesuatu, sedangkan dalam keadaan mundah dipengaruhi oleh sesuatu atau pikiran yang netral serta pada pikiran yang sudah mapan, sudah tetap. Dengan demikian, jiwa manusia merupakan sesuatu yang berubah-rubah, penuh gangguan, dan seakan-akan diperintah oleh kemungkinan yang tidak pasti.
c. Idola Fori (The Idols of the Market Place).
Idola Fori maksudnya adalah menarik kesimpulan hanya karena umum berpendapat demikian, atau ikut-ikutaan pandapat umum (opini public/ pasar/forum). Dengan ini maka seseorang tidak membuat pembatasan pada term-term yang dipakai untuk berfikir dan berkomunikasi, hal ini bisa melemahkan manusia dalam pencarian kebenaran yang sesungguhnya.
d. Idola Theatri (The Idols of the Theatre).
Idola theatri adalah menarik kesimpulan berdasarkan kepercayaan dogmatis, mitos dst. Karena manganggap dunia adalah panggung sandiwara. Maka sikap menerima secara membuta terhadap tradisi otoritas, mampu melumpuhkan metode induksi tidak bisa berjalan.
Metode induksi tradisional bisa diilustrasikan sebagai berikut:
“…menurut sahibul hikayat, dahulu ada seorang petugas sensus yang sedang mendata semua nama-nama di suatu daerah. Orang pertama yang didata namanya adalah William Williams, demikian juga orang yang ke dua, ke tiga dan yang ke empat, dan seterusnya. Sesudah sekian banyak orang yang didata, ternyata semuanya mempunyai nama William Williams. Ia pun mulai bosan, hingga pada akhirnya ia berfikir untuk menghitung jumlah penduduk dan memberi nama mereka semua William Williams, kemudian pergi berlibur. Tatapi sayangnya, ia keliru, ternyata ada satu orang yang bernama John Jones.”
Bacon pernah menegaskan bahwa kita tidak boleh seperti laba-laba yang gemar memintal jaringnya dari apa yang ada di dalam tubunya, atau seperti semut yang semata-mata tahu mengumpulkan makanannya saja, melainkan kita harus seperti lebah yang tahu bagaimana mengumpulkan tetapi juga tahu bagaimana menatanya. Metode silogistis deduktif digambarkan oleh Bacon seperti laba-laba, sedangkan metode induktif tradisionalis seperti semut, metode induktif modernlah (yang telah disempurnakan) yang sama dengan lebah.
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, Bacon menaruh perhatian besar pada metode induksi yang tepat untuk memperoleh kebenaran, berdasarkan pada pengamatan empiris, analisis data, penyimpulan yang terwujud dalam hipotesis (kesimpulan sementara), dan verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan eksperimen lebih lanjut. Induksi yang bertitik tolak pada eksperimen yang teliti dan telaten terhadap data-data partikuler menggerakkan rasio maju menuju penafsiran atas alam (interpretation natural). Metode induksi Bacon dapat diuraikan secara sederhana misalkan sebagai berikut:
“Irwan ingin mengetahui tentang sifat panas yang diduganya merupakan gerakan-gerakan tidak teratur, yang cepat dari bagian-bagian kecil dari suatu benda. Ia lalu membuat daftar dari benda-benda yang memiliki tingkatan panas berbeda. Lewat penelitiaanya secara seksama terhadap benda-benda tersebut, ia berupaya menemukan karakter yang senantiasa hadir pada benda-benda panas, karakteristik yang tidak terdapat pada benda-benda dingin, dan yang selalu ada pada benda-benda yang memiliki tingkatan panas yang berbeda. Dengan demikian ia berharap akan berhasil menemukan suatu hukum yang berlaku umum tentang apa yang diselidikinya itu.”
Dari ilustrasi di atas, bisa dipetik kesimpulan bahwa penggunaan metode induktif Bacon mengharuskan mencabut hal yang hakiki dari hal yang tidak hakiki dan menemukan struktur atau bentuk yang mendasari fenomena yang diteliti, dengan cara:
a. Membandingkan contoh-contoh hal yang diteliti.
b. Menelaah variasi-variasi yang menyertainya.
c. Menyingkirkan contoh-contoh yang negatif.
Maka pertama-tama yang perlu kita lakukan yaitu mengumpulkan data-data heterogen tentang suatu hal. Kemudian urutannya akan nampak dengan jelas. Yang paling awal adalah bahwa peristiwa konkrit partikular yang sebenarnya terjadi (menyangkut proses atau kausal efesien), kemudian suatu hal yang lebih umum sifatnya (menyangkut skema, atau kausa materialnya), baru ditemukan dasar inti. Dalam dasar inti ini, pertama-tama dikemukaan dasar inti yang masih partikular, yang keabsahannya perlu diperiksa secara deduktif. Jika yang ini sudah cukup handal, barulah boleh terus maju menemukan dasar inti yang semakin umum dan luas. Begitulah langkah Bacon dalam induksi eksperimennya.
Misalkan, sesudah mengadakan eksperimen dan menyelidiki bahwa besi ini, besi itu, besi yang lain juga, besi yang lain lagi, tenggelam di dalam air, maka berkesimpulanlah semua besi dimasukkan ke dalam air tenggelam.
Contoh :
Tembaga, Besi, Perak, Emas
|
adalah penyalur listrik
|
Tembaga, Besi, Perak, Emas
|
adalah logam
|
Jadi, logam adalah penyalur listrik
|
Contoh di atas disusun sedemikian rupa, hingga jelas prosesnya, dan jelas juga mekanisme logis pemikiran induktifnya.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Kontribusi Frances Bacon sangat besar dalam dunia sains. Ia pelopor dan penggerak munculnya Renaisans di Eropa. Ia dijuluki sebagai bapak filosof modern. Banyak temuan-temuan sains yang telah ia hasilkan. Ide.ide dan pemikirannya memberikan pengaruh kuat dalam epistemologi ilmu dan perkembangannya.
Secara umum pandangan Bacon bisa dikatakan praktis, konkret dan utilitaris. Bagi Bacon, aliran empirisme dengan menggunakan metode induksi, walupun Bacon bukan penemu murni metode induksi, namun ia hanya berupaya menyempurnakan metode itu dengan cara menggabungkan metode induksi tradisionalis dengan eksperimentasi yang sistematis, observasi yang ekstensif demi mendapatkan kebenaran ilmiah yang konkret, praktis, mensistematisasi prosedur ilmiah secara logis, dan bermafaat bagi manusia, inilah metode induksi modern yang telah mengalami penyempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
A.A Wattimena. Reza. 2011. Metode Induksi di dalam Penelitian Ilmiah. Rumah Filsafat. http://rumahfilsafat.com. Dikutip pada tanggal. 27 Oktober 2014.
Anonym. 2012. Pengertian Metode Deduktif dan Induktif.
Arhamulwildan. 2012. Metode Penlaran Deduktif dan Induktif. http://arhamulwildan.blogspot.com. Dikutip pada tanggal 28 Oktober 2014.
Fuatanu, Idzam. 2012. Pengertian Epistimologi. Filsafat Ilmu Teori dan Aplikasi. Jakarta: Ciputat Mega Mall Blok B22,25 & C15. Hlm 162- 163.
Kartanegara, Mulyadi. 2003. Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan. hlm. 1.
Pribandono, Bagus. 2010. Biografi dan Pemikiran Filsafat Francis Bacon. Compasiana. http://filsafat.kompasiana.com. Dikutip pada tanggal 28 Oktober 2014.
Rose, Amrina. 2013. Empat Permasalahn dalam Berpikir Metode Induksi dan Eksperimen. Filsafat Ilmu. http://amrinarose13.blogspot.com. Dikutip pada tanggal 27 Oktober 2014.
Sumedi, Pudjo. 2008. Pengertian Filsfat. Filsafat Pendidikan. http://akhmadsudrajat.wordpress.com. Dikutip pada tanggal 29 Oktober 2014.
Vika, Ben. 2011. Epistomologi Induktivisme Francis Bacon. Cercahan Rasio. http://benvika-cercahanrasio.blogspot.com. Dikutip pada tanggal 28 Oktober 2014.
Wahyudi, Imam. 2007. Pengertian Epistimologi. Pengantar Epistemologi. Yogyakarta: Faisal Foundation, BAdan Penerbit Filsafat UGM. Hlm 1.
No comments:
Post a Comment