Filsafat Penyelidikan Ontologis Monisme dan Dualisme Pluralisme
KATA PENGANTAR
Kami panjatkan puja dan puji kehadirat Allah SWT. Karena berkat inayah-Nylah kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Filsafat Ilmu ini, tak lupa juga saya panjatkan shalawat beserta salam kepada junjunan kita yakni Nabi Muhammad SAW. Yang telah memimpin umatnya ke jalan yang di Ridhai-nya.
Saya menyadari Artikel ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran dari temen-temen yang telah membaca Artikel ini terutama dari ibu Tenny selaku Dosennya agar saya bisa memperbaiki Artikel ini.
Dalam keempatan ini saya menyampaikan banyak terima kasih kepada Ibu Tenny Sudjatnika M.Ag yang telah membimbing saya dalam pembelajaran mata kuliah Filsafat Ilmu ini sehingga saya mendapatkan ilmu yang saya tidak ketahui sebelumnya,. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dengan balasan yang banyak. Amiin.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Plato Filsafat ilmu merupakan pengetahuan tentang semua yang ada. Sedangkan menurut Aristoteles adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas menyelidikan tentang sebab telah di bagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Ilmu menurut Thomas Kuhn adalah himpunan aktifitas yang menghasilkan banyak penemuan , baik dalam bentuk penolakan maupun pengembangan.
Didalam filsafat ilmu ini juga menjelaskan mengenai pengertian Ontologi. Epistimologi dll namun saya sendiri hanya menerngkan mengenai Ontologi itu sendiri,.
Ontologi adalah cabang teori dari ilmu filsafat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Ontologi juga dikatakan sebagai salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani yakni ta onta artinya ‘yang berada’, atau ontos atinya ada atau segala sesuatu yang ada (being), dan logos artinya ilmu
Pengetahuan atau ajaran. Dengan demikian ontologi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang ada. Ontologi juga dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hakikat sesuatu yang ada atau hakikat dari segala sesuatu yang ada. Studi ini membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Filsafat Ilmu
2. Bagaimana penyelidikan Ontologi dalam Filsafat
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa Pengertian Filsafat Ilmu itu sendiri ?
2. Untuk mengetahui Bagaimana penyelidikan ontology dalam filsafat itu?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang telah di-Arabkan. Kata ini barasal dari dua kata "philos" dan "shopia" yang berarti pecinta pengetahuan. Konon yang pertama kali menggunakan kata "philoshop" adalah Socrates. (dan masih konon juga) Dia menggunakan kata ini karena dua alasan, Pertama, kerendah-hatian dia. Meskipun ia seorang yang pandai dan luas pengetahuannya, dia tidak mau menyebut dirinya sebagai orang yang pandai. Tetapi dia memilih untuk disebut pecinta pengetahuan. Kedua, pada waktu itu, di Yunani terdapat beberapa orang yang menganggap diri mereka orang yang pandai (shopis). Mereka pandai bersilat lidah, sehingga apa yang mereka anggap benar adalah benar. Jadi kebenaran tergantung apa yang mereka katakan. Kebenaran yang riil tidak ada. Akhirnya manusia waktu itu terjangkit skeptis, artinya mereka ragu-ragu terhadap segala sesuatu, karena apa yang mereka anggap benar belum tentu benar dan kebenaran tergantung orang-orang shopis. Dalam keadaan seperti ini, Socrates merasa perlu membangun kepercayaan kepada manusia bahwa kebenaran itu ada dan tidak harus tergantung kepada kaum shopis. Dia berhasil dalam upayanya itu dan mengalahkan kaum shopis. Meski dia berhasil, ia tidak ingin dikatakan pandai, tetapi ia memilih kata philoshop sebagai sindiran kepada mereka yang sok pandai.
Kemudian perjuangannya dilanjutkan oleh Plato, yang dikembangkan lebih jauh oleh Aristoteles. Aristoteles menyusun kaidah-kaidah berpikir dan berdalil yang kemudian dikenal dengan logika (mantiq) Aristotelian.
Logika merupakan ilmu pengetahuan yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat dan sehat. Agar dapat berpikir lurus tepat dan teratur, logika menyelidi,merumuskan serta menerapkanhukum-hukum yang harus di tepati. Dengan menerapkan hokum-hukum pemikiran yang lurus, tepat dan sehat kita dimasukan ke dalam lapangan logika, sebagai suatu kacakapan. Hal ini menyatakan bahwa logika bukanlah teori belaka. Logika juga merupakan suatu keterampilan untuk menerapkan hokum-hukum pemikiran dalam praktek. Inilah sebabnya mengapa logika di sebut yang praktis. ( Alex Lanur: 1983:7). Sedangkan pengertian lain
Logika adalah salah satu cabang filsafat yang telah di kembangkan oleh Aristoteles. Logika membicarakan norma-norma berpikir benar agar di peroleh dan terbentuk pengetahuan yang benar.ada duamacam logika yaitu logika formal dan logika material,logika formal yang sering di sebut Logika saja, adalah yang memberikan norma berpikir benar dari segi bentuk (form) berpikir. Logoka formal adalah logika bentuk, logikanya ialah agar di peroleh pengetahuan yang benar, maka bentuk berpikirnya harus benar. Soal apakah isinya benar atau salah, ini di bicarakan oleh logika material. (Ahmad Tafsir:2012: 33).
Dalam logika dikenal perbedaan antara kesimpulan yang tepat dan kesimpulan yang benar. Kesimpulan yang tepat di peroleh bila bentuk berpikirnya benar (logika formal): kesimpulan yang benar baerasal dari penyelidik terhadap isi. Yang meneliti kesimpulan itu. Pasti bentuknya tepat, belum tentu saebaliknya. Jadi ketetapan dibicarakan oleh logika material.
Contohnya: setiap manusia akan mati. Muhammad adalah manusia. Jadi Muhammad akan mati.
Contoh di atas bentuknya tepat, tetapi isinya tidak benar.
Manusia adalah sejenis hewan. Kuda adalah (salah satu ) sejanis hewan. Jadi, kusa sama dengan manusia.
Pada mulanya kata filsafat berarti segala ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia. Mereka membagi filsafat kepada dua bagian yakni, filsafat teoritis dan filsafat praktis. Filsafat teoritis mencakup: (1) ilmu pengetahuan alam, seperti: fisika, biologi, ilmu pertambangan dan astronomi; (2) ilmu eksakta dan matematika; (3) ilmu tentang ketuhanan dan methafisika. Filsafat praktis mencakup: (1) norma-norma (akhlak); (2) urusa rumah tangga; (3) sosial dan politik. Filusuf adalah orang yang mengetahui semua cabang-cabang ilmu pengetahuan tadi. Sedangkan
Menurut Britannica 1970 : 864) menjelaskan bahwa :
Philosophia is derived from the composite Greek noun philosophia means the love of pursuit wisdom.
The Greek word Sophia is ordinary translated as “ wisdom “ and the compound philosophia, from which philosophy derives is translated as the love of wisdom.”
Berdasarkan kutipan di atas dapat di artikan sebagaibahasa yaitu filsafat ialah keinginan yang mendalam untuk mendapat kebijakan, atau keingian yang mendalam untuk menjadi bijak. Akan tetapi dalam kutipan yang kedua menyatakan bahwa wisdom sebagai arti Sophia, pada zaman Homerus luas sekali makna dari segi bahasa ia bukan saja pandai atau mendalam dalam bidang intelektual, lapangn intelegasi yang dapat di pakai adalah lapangan kebijakan. Bahkan Homerus menyebutkan baha tukang kayu juga adalah orang yang bijak.
Jadi pengertian filsafat itu sendiri mengandung arti banyak seperti penjelasan pengertian di atas, namun yang lebih di tekankan dan lebihdi perhatikan adalah dalam paragraph pertama.
Filsafat setidaknya terdapat empat fase perkembangan pemikiran filsafat, sejak munculnya pemikiran yang pertama sampai saat ini, yang menghiasi panggung sejarah umat manusia. Pertama : Kosmosentris yaitu fase pemikiran filsafat yang meletakan alam sebagai objek pemikiran dan wacan filsafat, yaitu yang terjadi pada jaman kun. Kedua,Teosentris yaotu fase fase pemikiran filsafat yang meletakan tuhan sebagai pusat pembahasan filsafat, yang berkembang pada zaman abad pertengahan. Ketiga, Antroposentris yaitu fase pemikiran yang meletakan manusia sebagai objek wacana filsafat, hal ini terjadi dan berkembang pada zaman modern. Keempat, Logosentris yaitu fase perkembangan pemikiran filsafat yang meletakan bahasa sebagai pusat perhatian pemikiran filsafat dan ini berkembang setelah abad modern sampai sekarang.
B. Penyelidikan Ontologis
Dalam sejarah filsafat paling awal, para pemikir mengawali dengan menanyakan bahwa dasar yang menjadikan dunia. Pertanyaan berikutnya, bisakah semua yang ada di alam semesta ini diperinci kembali ke dalam beberapa bentuk “ada” yang paling dasar, menjadi beberapa realitas tertinggi seperti materi, energi atau pikiran? Hal ini adalah masalah kuna tentang kenyataan (Reality), atau persoalan tentang “ada” (Being). Istilah teknis untuk penyelidikan ini disebut Ontologi. Istilah ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani yang berarti ilmu tentag yang “ada” (the science of being) Ilmu ini menghadirkan kembali pencarian bagi ditemukannya prinsip pertama (the first principle).
Manusia memang menyukai untuk senantiasa menyederhanakan segala sesuatu hingga sampai pada beberapa kesatuan hingga sampai pada beberapa kesatuan akhir atau bahan yang paling dasar.
Jika kita percaya bahwa kita telah berhasil menemukan satu kesatuan yang paling akhir maka kita menyebut teori tentang realitas seperti ini adalah pandangan monistik atau Monisme saja. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani yang berarti tunggal, satu atau sendiri. Jika kita sekarang percaya bahwa hanya ada satu realitas tertinggi dan bahwa realitas tersebut adalah materi maka kita menyebut pandangan ini adalah monisme materialistic atau hanya materialism saja. Sebaliknya jika kita sampai pada kesimpulan bahwa realitas tertinggi yang satu itu bukan materi tetapi pikiran, spirit atau semangat ruhaniah, kita menyebut pandangan ini adalah monisme spiritualitas atau spiritualisme saja. Terkadang pandangan ini disebut juga dengan idealisme.
Barangkali kita tidak berhasil memecahkan atau memerinci kembali kesatuan dunia ke dalam satu substansi dasar dan akan menemukan bahwa ternyata ada dua bentuk “ada” (Being) yang paling tinggi yaitu pikiran dan materi. Jika memang demikian “ada” (Being) nya maka kita bisa menyebut teori ini sebagai dualism, berasal dari bahasa Latin yang artinya dua.
Terakhir, dan ini sangat-sangat mungkin, bahwa kenyataan atau realitas itu tidak bisa disederhanakan ke dalam dua bentuk tertinggi tetapi justru ada lebih dari dua, bahkan banyak. Lantas teori tentang realitas ini disebut dengan pluralism. Nyatalah bahwa kita mengalami banyak kesulitan dalam memecahkan persoalan. Ontologis ini dengan banyaknya jawaban yang tidak cukup memuaskan. Tetapi manusia selalu ingin tahu tentang realitas tertinggi, ya setidaknya kita bisa mempelajari berbagai pandangan tentang realitas dari para filsuf terdahulu, yang akan diuraikan sebagai berikut:
v Monisme
Setidaknya ada tiga macam teori monisme yang muncul secara menonjol dalam sejarah filsafat. Ketiga teori tersebut berturut-turut adalah, idealism dan netralisme.
Di antara sekian banyak filsuf Yunani, materialisme ini mempunyai banyak pencetusnya dan pada zaman modern juga mempunyai banyak pendukungnya. Sepertihalnya Democritus dan Lucretius dengan yakin mengatakan bahwa dunia dapat disederhanakan kepada unsur-unsur materi. Sementara hukum-hukum atas elemen material tersebut dirumuskan oleh Haeckel. Doktrin materialisme mengatakan bahwa pada akhirnya hanya ada satu realitas yaitu materi. Pikiran yang Descartes pertahankan sebagai sama tinggi kedudukannya dengan materi dan tidak bergantung kepada materi, bagi seorang materialis tiada lain merupakan fungsi tertinggi dari materi, jika ada sebuah benda yang memikirkan semuanya (a thinking of thing). Dunia dalam analisa terakhir materialisme merupakan materi yang beroperasi di bawah hukum-hukum yang ilmu fisika nyatakan kepada kita.
Idealisme juga mengatakan bahwa realitas atau kenyataan itu satu. Kenyataan yang ada itu satu spirit. Bagi kaum idealis, materi adalah suatu gambaran atau bentuk terbaik dari pikiran. Dunia “materi” itu ada tetapi merupakan kenampakan dari pikiran itu sendiri. Dunia yang para fisikawan bicarakan itu, seperti yang Eddington katakana dalam, The Nature of The Physical Wordl, yang artinya adalah sebuah “dunia baying-bayang”. Apa yang betul-betul ada, dalam analisa terakhir idealism adalah hakekat pikiran. Memang seorang idealis akan menyangkal kalau penafsiran mekanis atas dunia itu hanya ditafsirkan dengan satu cara. Alam semesta bukanlah sesuatu yang sama sekali secara mekanis betul-betul rumit dan zalim, di mana nilai-nilai agama dan aspirasi moral itu ada tetapi berupa khayalan bodoh saja; dengan demikian alam semesta tak lebih hanya merupakan suatu realitas kehidupan dinamis yang menjamin suatu kebermaknaan kosmik atas usaha manusia dan menafsirkan dunia dalam cahaya nilai-nilai spiritual.
Masih ada tipe ketiga monisme yang kita sebut netralisme yang mengatakan bahwa realitas itu bukan berupa pikiran dan juga bukan berupa materi tetapi suatu jenis bahan dasar yang menyebabkan materi atau pikiran itu menampakkan diri dan membentuk diri. Spinoza adalah gambaran terbaik atas tipe semacam ini. Bagi Spinoza, ada satu kenyataan atas realitas yang dia sebut dengan substansi, dan dunia dalam berbagai aspeknya itu ada tetapi hanya mode-modenya dan atribut-atributnya. Apa yang Descartes sebut pikiran dan materi itu masing-masing ada, bagi Spinoza hanyalah satu substansi yang memiliki dua atribut, yakni dua jalan di mana substansi yang memiliki dua atribut, yakni di mana substansi itu nampak. Apa yang dikatakan pikiran dalam satu sudut pandang tertentu adalah materi dalam sudut pandang lain. Mereka tidak betul-betul jelas tetapi hanya seperti itulah rupanya.
v Dualisme
Dualisme merupakan suatu pandangan tentang realitas yang paling mudah untuk dipahami. Barangkali karena pandangan dualisme ini, merupakan keyakinan yang paling popular, setidaknya di Amerika, di mana tradisi filsafatnya yang diturunkan dari sekolah Scottish yang menganjurkan memakai pandangan ini. Dualisme adalah teori bahwa pikiran dan materi itu adalah dua kenyataan fundamental dalam dunia dan antara satu terhadap yang lainnya tidak bisa saling menyederhanakan. Orang-orang primitif dan orang modern nampaknya sangat biasa untuk membedakan antara pikiran dengan tubuh secara tajam bahwa masing-masing merupakan kenyataan tertinggi. Orang-orang primitif sering keliru dalam membedakan tubuh dan jiwa,-jiwa walaupun barangkali tidak dianggap sebagai materi tetapi dianggapi sejenis yang menduplikasikan tubuh atau menaungi khayalan tentang tubuh dan bisa berada di dalam tubuh dan bisa meninggalkan tubuh dan mungkin menghantui kuburan tubuh setelah meninggal kelak.
Thales dan orang-orang lonia pengikutnya, walaupun nampaknya mereka telah menjadi penganut Monisme, telah menyederhanakan realitas dengan air, atau api, tetap saja percaya bahwa benda-benda material ini bersatu padu dengan kehidupan atau dengan suatu prinsip yang menghidupi dan paling tinggi yang membuat perubahan dan pertumbuhan itu mungkin terjadi. Empedocles menganggap api, air, bumi, dan udara sebagai sumber dan akar dari segala sesuatu. Dia masih juga menambahkan, pasti ada dua sumber lain yang lebih berkarakter spiritual dan mental yaitu cinta dan benci. Benci itulah yang kelak bertindak sebagai sebab-sebab terjadinya perubahan. Anaxagoras merumuskan bahwa di samping dunia atom ada sesuatu yang dia sebut Nous (Noύs) atau Akal yaitu sebuah realitas abadi yang ada bersama-sama dengan elemen-elemen lain. Filsafat abad pertengahan juga bersifat dualistik, mengikuti Saint Agustine yang mengatakan bahwa manusia merupakan kesatuan antara tubuh dengan jiwa, dan jiwa adalah sesuatu yang immaterial dan sebuah substansi abadi.
v Pluralisme
Tipe ketiga teori metafisika, mengatakan bahwa dunia bukanlah sesuatu yang sangat sederhana. Dunia tidak bisa direduksi ke dalam satu atau pun dua denominator. Realitas dunia itu bermacam.macam dan sebuah kekeliruan jika menganalisis tentangnya dengan mereduksi sekumpulan alam semesta ke dalam dua atau satu kenyataan. Pandangan ini diungkapkan oleh sejumlah filsuf Yunani kuno juga modern. Empedocles contohnya, mungkin bisa dikatakan seorang plurali ketika dia mengatakan bahwa realitas tertinggi itu adalah sesuatu yang bisa dipisah-pisahkan ke dalam tanah, udara, api dan air. Plato juga adalah seorang pluralistik dalam arti ini. Bagi dia ada banyak kenyataan yaitu ide-ide, berbaga bentuk, berbagai prinsip dan berbagai hukum. Non-being yang dia katakannya pun merupakan kenyataan.
BAB III
KESIMPULAN
Ontology berdasarkan jenis pertanyaan yang diajukan yaitu: What is being? (apakah yang ada itu) yang dijawab dengan aliran monisme, dualisme dan pluralisme. Where is being? (bagaimanakah yang ada itu). Aliran ini berpendapat bahwa yang ada itu berada di alam ide, adi kodrati, universal, tetap abadi dan abstrak. Aliran ini melahirkan aliran idealisme. dan How is being? (bagaimanakah yang ada itu). Apakah yang ada itu sebagai sesuatu yang tetap abadi atau berubah-ubah? Dalam hal ini Zeno berpendapat bahwa sesuatu itu sebenarnya khayalan belaka. Pendapat ini dibantah oleh Bregson dan Russel, yang mengatakan bahwa alam ini dinamis, terus bergerak dan merupakan struktur pristiwa yang mengalir terus secara kreatif yang melahirkan aliran materialisme.
DAFTAR PUSTAKA
Tafsir, Ahmad. 2012. Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra. Pustaka PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Kaelan. 2006. Filsafat Analatika Bahasa, Pustaka Paradigma: Yogyakarta
Lanur, Alex. 1983. Logika Selayang Pandang, Pustaka Kanisius: Yogyakarta
http://nitanurrachmawatiatmasari.blogspot.com/2010/11/ontologi-dalam-filsafat-ilmu.html. (Di unduh jum’at 24 oktober 2014, pukul. 06.00)
No comments:
Post a Comment