PEMAHAMAN DASAR FILSAFAT ILMU
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemunculan ilmu pada awalnya adalah filsafat dan ilmu-ilmu khusus yang merupakan bagian dari filsafat. Sehingga dikatakan bahwa filsafat merupakan induk atau ibu dari semua ilmu (mater scientiarum). Karena objek material filsafat bersifat umum yaitu seluruh kenyataan, padahal ilmu-ilmu membutuhkan objek khusus. Hal ini menyebabkan berpisahnya ilmu dari filsafat.
Dalam perkembangan berikutnya, filsafat tidak saja dipandang sebagai induk dan sumber ilmu, tetapi sudah merupakan bagian dari ilmu itu sendiri, yang juga mengalami spesialisasi. Dalam taraf peralihan ini filsafat tidak mencakup keseluruhan, tetapi sudah menjadi sektoral. Contohnya filsafat agama, filsafat hukum, dan filsafat ilmu adalah bagian dari perkembangan filsafat yang sudah menjadi sektoral dan terkotak dalam satu bidang tertentu. Dalam konteks inilah kemudian ilmu sebagai kajian filsafat sangat relevan untuk dikaji dan didalami (Bakhtiar, 2005).
Meskipun pada perkembangannya masing-masing ilmu memisahkan diri dari filsafat, ini tidak berarti hubungan filsafat dengan ilmu-ilmu khusus menjadi terputus. Dengan ciri kekhususan yang dimiliki setiap ilmu, hal ini menimbulkan batas-batas yang tegas di antara masing-masing ilmu. Dengan kata lain tidak ada bidang pengetahuan yang menjadi penghubung ilmu-ilmu yang terpisah. Di sinilah filsafat berusaha untuk menyatu padukan masing-masing ilmu. Tugas filsafat adalah mengatasi spesialisasi dan merumuskan suatu pandangan hidup yang didasarkan atas pengalaman kemanusian yang luas.
Selain filsafat, ilmu-ilmu pengetahuan pun pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia. Akan tetapi, ilmu-ilmu pengetahuan, seperti biologi, kimia, fisiologi, ekonomi, dan lain sebagainya secara hakiki terbatas sifatnya. Untuk menghasilkan pengetahuan yang setepat mungkin, semua ilmu tersebut membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Untuk meneliti bidang itu secara optimal, ilmu-ilmu semakin mengkhususkan metode-metode mereka.
Dengan demikian, ilmu-ilmu tersebut tidak membahas pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut manusia sebagai keseluruhan dan sebagai kesatuan yang utuh. Padahal pertanyaan-pertanyaan itu terus-menerus dikemukakan manusia dan sangat penting bagi praksis kehidupan manusia.
Pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang apa arti dan tujuan hidup manusia, apa kewajiban dan tanggung jawab saya sebagai manusia, atau pun pertanyaan tentang dasar pengetahuan kita, tentang metode-metode ilmu-ilmu, dan lain sebagainya, tidak mampu ditangani ilmu-ilmu pengetahuan. Padahal jawaban yang diberikan secara mendalam dapat mempengaruhi penentuan orientasi dasar kehidupan manusia.
Jurnal ini merupakan ulasan tentang filsafat, peranan dan kontribusi filsafat berhadapan dengan ilmu-ilmu pengetahuan, serta bagaimana filsafat membantu masyarakat menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan fundamental yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan disuguhkan dalam jurnal ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu Filsafat?
2. Apa itu Filsafat Ilmu?
3. Apa itu Ilmu Pengetahuan?
4. Apa saja yang menjadi syarat-syarat suatu Ilmu?
5. Bagaimana peranan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan jurnal ini berdasarkan rumusan masalah di atas, adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa itu Filsafat.
2. Untuk mengetahui apa itu Filsafat Ilmu.
3. Untuk mengetahui apa itu Ilmu Pengetahuan.
4. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi syarat suatu Ilmu.
5. Untuk mengetahui bagaimana peranan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Secara bahasa kata filsafat yang sering kita gunakan untuk mengetahui dan menyelidiki hakikat dari segala hal, adalah berasal dari kata Yunani Kuno yaitu “Philosophia” yang asal katanya adalah Philos yang berarti cinta dan Shopia yang berarti kearifan atau kebijaksanaan, maka arti yang sering diterapkan kepada filsafat adalah cinta kebijaksanaan.
Menurut sejarah kelahiran istilahnya, filsafat terwujud sebagai sikap yang ditauladankan oleh Socrates. Yaitu sikap seorang yang cinta kebijaksanaan yang mendorong pikiran seseorang untuk terus menerus maju dan mencari kepuasan pikiran, tidak merasa dirinya ahli, tidak menyerah kepada kemalasan, terus menerus mengembangkan penalarannya untuk mendapatkan kebenaran (Soeparmo, 1984). Sedangkan menurut Plato ( 428 -348 SM ) yang dimaksud dengan Filsafat adalah “tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.” Sedangkan Aristoteles (384 – 322 SM) mengemukakan bahwa “Kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda.”
Filsafat timbul karena manusia merasa kagum dan merasa heran. Pada tahap awalnya kekaguman atau keheranan itu terarah pada gejala-gejala alam. Dalam perkembangan lebih lanjut, karena persoalan manusia makin kompleks, maka tidak semuanya dapat dijawab oleh filsafat secara memuaskan, dengan melakukan refleksi yaitu berpikir tentang pikirannya sendiri. Dengan demikian, tidak semua persoalan itu harus persoalan filsafat.
B. Pengertian Filsafat Ilmu
Menurut The Liang Gie (1999), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Filsafat ilmu merupakan suatu bidang pengetahuan campuran yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat dan ilmu.
Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Objek dari filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan. Oleh karena itu setiap saat ilmu itu berubah mengikuti perkembangan zaman dan keadaan tanpa meninggalkan pengetahuan lama. Pengetahuan lama tersebut akan menjadi pijakan untuk mencari pengetahuan baru. Hal ini senada dengan ungkapan dari Archie J.Bahm (1980) bahwa ilmu pengetahuan (sebagai teori) adalah sesuatu yang selalu berubah.
Oleh karena itu, diperlukan perenungan kembali secara mendasar tentang hakekat dari ilmu pengetahuan itu bahkan hingga implikasinya ke bidang-bidang kajian lain seperti ilmu-ilmu kealaman. Dengan demikian setiap perenungan yang mendasar, mau tidak mau mengantarkan kita untuk masuk ke dalam kawasan filsafat. Menurut Koento Wibisono (1984), filsafat dari sesuatu segi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berusaha untuk memahami hakekat dari sesuatu “ada” yang dijadikan objek sasarannya, sehingga filsafat ilmu pengetahuan yang merupakan salah satu cabang filsafat dengan sendirinya merupakan ilmu yang berusaha untuk memahami apakah hakekat ilmu pengetahuan itu sendiri.
C. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu merupakan sekumpulan pengetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui penyelidikan yang sistematis dan terkendali. Maka Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia.
The Liang Gie mendefinisikan “Ilmu sebagai pengetahuan, artinya ilmu adalah sesuatu kumpulan yang sistematis, atau sebagai kelompok pengetahuan teratur mengenai pokok soal atau subject matter. Dengan kata lain bahwa pengetahuan menunjuk pada sesuatu yang merupakan isi substantif yang terkandung dalam ilmu”.
D. Syarat-Syarat Ilmu :
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan, sebagai berikut:
1. Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial).
2. Ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu.
3. Pokok permasalahan (subject matter atau focus of interest). ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji.
Jadi seluruh bentuk ilmu pengetahuan dapat digolongkan kedalam kategori ilmu pengetahuan dimana masing-masing bentuk dapat dicirikan oleh karakterristik obyek ontologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis. Salah satu dari bentuk ilmu pengetahuan ditandai dengan :
1. Obyek Ontologi : yaitu pengalaman manusia yakni segenap wujud yang dapat dijangkau lewat panca indra atau alat yang membantu kemampuan panca indra yang meliputi apa hakikat ilmu itu, apa hakikat kebenaran dan kenyataan yang inheren dengan pengetahuan ilmiah, yang tidak terlepas dari persepsi filsafat tentang apa dan bagaimana (yang) “Ada” itu (being Sein, het zijn).
2. Landasan Epistemologi : yaitu metode ilmiah yang berupa gabungan logika deduktif dengan pengajuan hipotesis atau yang disebut logico hypotetico verifikasi yang meliputi sumber, sarana, dan tatacara mengunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenal pilihan landasan ontologi akan dengan sendirinya mengakibatkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal (Verstand), akal budi (Vernunft) pengalaman, atau komunikasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dalam epistemologi, sehingga dikenal adanya modelmodel epistemologi seperti: rasionalisme, empirisme, kritisisme atau rasionalisme kritis, positivisme, fenomenologi dengan berbagai variasinya. Ditunjukkan pula bagaimana kelebihan dan kelemahan sesuatu model epistemologi beserta tolok ukurnya bagi pengetahuan (ilmiah) itu seped teori koherensi, korespondesi, pragmatis, dan teori intersubjektif.
3. Landasan Aksiologi : kemaslahatan umat manusia artinya segenap wujud ilmu pengetahuan itu secara moral ditujukan untuk kebaikan hidup manusia. meliputi nilalnilal (values) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebenaran atau kenyataan sebagaimana kita jumpai dalam kehidupan kita yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasansimbolik atau pun fisikmaterial. Lebih dari itu nilainilai juga ditunjukkan oleh aksiologi ini sebagai suatu conditio sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan kita, baik dalam melakukan penelitian maupun di dalam menerapkan ilmu.
Dalam perkembangannya Filsafat llmu juga mengarahkan pandangannya pada Strategi Pengembangan ilmu, yang menyangkut etik dan heuristik. Bahkan sampal pada dimensi kebudayaan untuk menangkap tidak saja kegunaan atau kemanfaatan ilmu, tetapi juga arti maknanya bagi kehidupan.
E. Peranan filsafat dalam Ilmu pengetahuan
Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia dan memecahkan berbagai persoalan hidup. Berbeda dari binatang, manusia tidak dapat membiarkan insting mengatur perilakunya. Untuk mengatasi masalah-masalah, manusia membutuhkan kesadaran dalam memahami lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu membantu manusia mensistematisasikan apa yang diketahui manusia dan mengorganisasikan proses pencariannya.
Pada abad modern ini, ilmu-ilmu pengetahuan telah merasuki setiap sudut kehidupan manusia. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena ilmu-ilmu pengetahuan banyak membantu manusia mengatasi berbagai masalah kehidupan. Prasetya T. W. dalam artikelnya yang berjudul “Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend” mengungkapkan bahwa ada dua alasan mengapa ilmu pengetahuan menjadi begitu unggul. Pertama, karena ilmu pengetahuan mempunyai metode yang benar untuk mencapai hasil-hasilnya. Kedua, karena ada hasil-hasil yang dapat diajukan sebagai bukti keunggulan ilmu pengetahuan. Dua alasan yang diungkapkan Prasetya tersebut, dengan jelas menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan memainkan peranan yang cukup penting dalam kehidupan umat manusia.
Akan tetapi, ada pula tokoh yang justru anti terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh yang cukup terkenal dalam hal ini adalah Paul Karl Feyerabend. Sikap anti ilmu pengetahuannya ini, tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui maksud utamanya. Feyerabend menegaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak menggunguli bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Menurutnya, ilmu-ilmu pengetahuan menjadi lebih unggul karena propaganda dari para ilmuan dan adanya tolak ukur institusional yang diberi wewenang untuk memutuskannya.
Sekalipun ada berbagai kontradiksi tentang keunggulan ilmu pengetahuan, tidak dapat disangkal bahwa ilmu pengetahuan sesungguhnya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah-masalah hidupnya, walaupun kadang-kadang ilmu pengetahuan dapat pula menciptakan masalah-masalah baru.
Meskipun demikian, pada kenyataannya peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah kehidupannya sesungguhnya terbatas. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian pendahuluan, keterbatasan itu terletak pada cara kerja ilmu-ilmu pengetahuan yang hanya membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Karena pembatasan itu, ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang keseluruhan manusia. Untuk mengatasi masalah ini, ilmu-ilmu pengetahuan membutuhkan filsafat. Dalam hal inilah filsafat menjadi hal yang penting.
C.Verhaak dan R.Haryono Imam dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara Kerja Ilmu-ilmu, menjelaskan dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu. Pertama, filsafat ikut menilai apa yang dianggap “tepat” dan “benar” dalam ilmu-ilmu. Apa yang dianggap tepat dalam ilmu-ilmu berpulang pada ilmu-ilmu itu sendiri. Dalam hal ini filsafat tidak ikut campur dalam bidang-bidang ilmu itu. Akan tetapi, mengenai apa kiranya kebenaran itu, ilmu-ilmu pengetahuan tidak dapat menjawabnya karena masalah ini tidak termasuk bidang ilmu mereka. Hal-hal yang berhubungan dengan ada tidaknya kebenaran dan tentang apa itu kebenaran dibahas dan dijelaskan oleh filsafat. Kedua, filsafat memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran.
Dari dua penilaian filsafat atas kebenaran ilmu-ilmu di atas, dapat dillihat bahwa ilmu-ilmu pengetahuan (ilmu-ilmu pasti) tidak langsung berkecimpung dalam usaha manusia menuju kebenaran. Usaha ilmu-ilmu itu lebih merupakan suatu sumbangan agar pengetahuan itu sendiri semakin mendekati kebenaran. Filsafatlah yang secara langsung berperan dalam usaha manusia untuk mencari kebenaran. Di dalam filsafat, berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan kebenaran dikumpulkan dan diolah demi menemukan jawaban yang memadai.
KESIMPULAN
Filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada yang tidak lain untuk menyelidiki setiap hakikat terhadap sesuatu. Sedangkan Filsafat ilmu merupakan penerusan pengembangan filsafat pengetahuan dan Ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan adalah filsafat memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran tapi filsafat tidak ikut campur dalam ilmu-ilmu tersebut dimana filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran.
Suatu pengetahuan dapat dikatakan sebagai ilmu apabila dapat memenuhi persyaratan-persyaratan diantaranya ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, ilmu mensyaratkan adanya metode, pokok permasalahan. Jadi seluruh bentuk ilmu pengetahuan dapat digolongkan kedalam kategori ilmu pengetahuan dimana masing-masing bentuk dapat dicirikan oleh karakterristik obyek ontologis, landasan epistemologis, dan landasan aksiologis.
REFERENSI
Bahm, Archie, J., 1980., “What Is Science”, Reprinted from my Axiology; The Science Of Values; 44-49, World Books, Albuquerqe, New Mexico, p.1,11.
Bertens, K., 1987., “Panorama Filsafat Modern”, Gramedia Jakarta, p.14, 16, 20-21, 26.
Koento Wibisono S. dkk., 1997., “Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan Ilmu Pengetahuan”, Intan Pariwara, Klaten, p.6-7, 9, 16, 35, 79.
Koento Wibisono S., 1984., “Filsafat Ilmu Pengetahuan Dan Aktualitasnya Dalam Upaya Pencapaian Perdamaian Dunia Yang Kita Cita-Citakan”, Fakultas Pasca Sarjana UGM Yogyakarta p.3, 14-16.
http:file:///E:/filsafatilmu/Makalahfilsafatilmutentangperananfilsafatdalailmupengetahuan.htm (Diunduh pada tanggal 29 Oktober 2014, pukul 23.34 WIB)
http:file:///E:/filsafatilmu/PengertianFilsafat,Ilmu,danFilsafatIlmuDaribeberapaTokoh.danRuangLingkupnya.htm (Diunduh pada tanggal 29 Oktober 2014, pukul 23.50 WIB)
No comments:
Post a Comment