Kajian Filsafat Ilmu Dalam Bidang Epistimologi 2
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat ilmu merupakan suatu landasan dalam pengembangan keilmuan. Maka, filsafat dengan ilmu saling berkaitan satu sama lain karena filsafat merupakan induk dari segala ilmu. Dengan berfilsafat, manusia akan mendapatkan pengetahun yang baru dan kemudian dikaji lebih mendalam sehingga menciptakan sebuah pemahaman dan ilmu pengetahuan. Secara epistemologis pertanyaan filosofisnya adalah dari mana asal pengetahuan dan bagaimana memperolehnya? Apabila yang dihadapi ilmu, pertanyaannya akan sama. Oleh karena itu pengetahuan merupakan obyek epistemologis. Adapun ciri penting dari epistemologi adalah pengkajiannya terhadap berbagai ide tentang ilmu pengetahuan.
Filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga dapat diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan. Adapula yang mengatakan filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak didalami dengan melakukan eksperimen-eksperimen dan percobaan-percobaan, tetapi dengan mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan argumentasi dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu.
Ilmu adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indra masing-masing individu dalam menyerap pengetahuan dan juga cara berpikir setiap individu dalam memproses pengetahuan yang diperolehnya. Selain itu, definisi ilmu bisa berlandaskan aktifitas yang dilakukan ilmu itu sendiri.
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi, baik yang berkaitan dengan makrokosmos maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi dan terasa manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi. Maka Filsafat Ilmu menurut Jujun Suriasumantri merupakan bagian dari epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat ilmu (pengetahuan ilmiah). Dalam pokok bahasan ini akan diuraikan pengertian filsafat ilmu, syarat-syarat ilmu, dan dimensi ilmu.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ilmu?
2. Apa yang dimaksud dengan syarat-syarat ilmu?
3. Apa yang dimaksud dengan dimensi ilmu?
C. Tujuan Penelitian
1. Agar mengetahui pengertian ilmu
2. Agar mengetahui syarat-syarat ilmu
3. Agar mengetahui dimensi ilmu.
PEMBAHASAN
A. Pengertian ilmu
Seperti yang telah kami paparkan, Ilmu merupakan seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Definisi ilmu bergantung pada cara kerja indra masing-masing individu dalam menyerap pengetahuan dan juga cara berpikir setiap individu dalam memproses pengetahuan yang diperolehnya. Selain itu, definisi ilmu bisa berlandaskan aktifitas yang dilakukan ilmu itu sendiri. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh menegnai pengetahuan yang dimilkinya. Dan ilmu pengetahuan merupakan produk dari epistimologi.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan tetapi mencangkup sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang telah disepakati dan secara sistematik dapat diuji dengan seperangkat metode yang yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Sedangkan pengertian ilmu secara etimologi adalah, ‘ilm (bahasa Arab) yang artinya mengetahui, memahami, dan mengerti. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan berarti memahami suatu pengetahuan.
Adapun beberapa pengertian ilmu menurut para ahli diantaranya:
a. Menurut Thomas Kuhn, ilmu adalah himpunan aktivitas yang menghasilkan banyak penemuan, baik dalam bentuk penolakan maupun dalam bentuk pengembangannya.
b. Menurut Minto Rahayu, ilmu adalah pngetahuan yang telah disusun secara sistematis dan berlaku umum, sedangkan pengetahuan adalah pengalaman yang bersifat pribadi/kelompok dan belum disususn secara sistematis karena belum dicoba dan diuji.
c. Menurut M. Izzudin Taufiq, ilmu adalah penelusuran data atau informasi melalui pengamatan, pengkajian dan eksperimen, dengan tujuan menetapkan hakikat, landasan dasar ataupun asal-usulnya.
B. Syarat-syarat Ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan khusus tentang apa penyebab sesuatu dan mengapa. Sifat ilmiah sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh oleh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah ada lebih dahulu.
Adapun syarat-syarat ilmu adalah sebagai berikut:
a. Objektif: ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran sehingga disebut objektif bukan subjektif.
b. Metodis: metodis berasal dari bahasa Yunani yaitu “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah. Metodis merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensinya, harus ada cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran.
c. Sistematis: yakni mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek. Ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu system yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu, dan mampu mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat yang bersangkutan dengan objeknya.
d. Universal: kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum.
C. Dimensi Ilmu
Jangkauan filafat ilmu apabila ditinjau dari paradigma keluasannya ada beberapa dimensi yang bisa menjadi cakupan kajiannya, yakni: Dimensi ilmu yang bersifat reflektif abstrak dan formal yang terdiri dari dua, yaitu dimensi filsafat dan dimensi logis. Dari sudut tinjauan filsafat maka ilmu dapat dipandang sebagai suatu pandangan dunia (world view) atau nilai manusiawi (human value). Tinjuan dari sudut logika, mengkoordinasikan pengalaman-pengalaman kita dan menjadikan pengalaman tersebut menjadi pengalaman logis. Dimensi ilmu lainnya yang berpangkal pada aspek realitas di dunia adalah: cultural dimension (dimensi kebudayaan), historical dimension (dimensi sejarah), humanistic dimension (dimensi kemanusiaan), recreational dimension (dimensi rekreasi), dan system dimension (dimensi sistem).
Sedangkan dimensi filsafat ilmu yang sering menjadi kajian secara umum yaitu meliputi tiga hal: dimensi ontologi, dimensi epistemologi, dan dimensi aksiologi. Ketiganya merupakan cakupan yang meliputi dari keseluruhan-keseluruhan pemikiran kefilsafatan. Dimensi yang pertama (ontolgi), membahas dan mengetahui tentang asas-asas rasional dan mengetahui esensi dari yang ada. Dimensi epistemologi menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan sahnya pengetahuan. Sedangkan dimensi aksiologi berusaha mengetahui hubungan antara ilmu dan etika yang mempertanyakan mengenai nilai-nilai yang dijadikan sebagai kunci keputusan dan tindakan manusia. Pemahaman terhadap ketiga dimensi tersebut di atas sangat penting karena merupakan pokok pemahaman dari kerangka pemikiran filsafati. Berikut adalah uraian dimensi-dimensi ilmu:
1. Dimensi Ontologi
Perkataan “ontologi” berasal dari perkataan dari Yunani “ yang ada” juga berarti logos. Ontologi merupakan abang filsafat yang menggeluti tata dan struktur realitas dalam arti seluas mungkin. Ontologi menggunakan kategori-kategori ada-menjadi, aktualitas-potensialitas, nyata-tampak, perubahan, eksistensi-noneksistensi, esensi, keniscayaan yang ada sebagai yang ada. Istilah ontologi muncul sekitar abad ke-17 yang dikenal dengan ungkapan mengenai “filsafat mengenai yang ada” (philosophia entis).
Contoh dari paradigama ontologi filsafat adalah ontologi sains, menghendaki sesuatu yang bersifat rasional sehingga menghasilkan hipotesis yang raisonal pula. Setelah menemukan hipotesis yang rasional maka dibuktikan secara empiris, sebagaimana mengikuti metode ilmiah. Metode Ilmiah merupakan metode yang membuktikan bahwa suatu hal tersebut bersifat logis, kemudian menarik sebuh hipotesis yang disertai dengan bukti empiris.
2. Dimensi Epistimologi
Epistimologi merupakan Cabang ilmu filsafat yang secara khusus mengeluti pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan. Istilah “epistemologi” berasal dari kata Yunani “episteme” yang berarti pengetahuan dan “logos” yang artinya perkataan, pikiran, ilmu. Kata “episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja “epistemai”, artinya menunjukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, harfiah episteme berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam kedudukan setepatnya. Selain kata “episteme”, untuk kata “pengetahuan” dalam bahasa Yunani juga dipakai kata “gnosis” maka istilah kata epistemologi dalam sejarah pernah disebut juga gneseologi. Sebagai kajian filosofis yang membuat telaah kritis dan analitis tentang dasar-dasar teoritis pengetahuan, epistemologi kadang juga disebut teori pengetahuan (theory fo knowledge; Erkentnistheorie).
Sebagai cabang ilmu filsafat, epistemologi bermaksud mengkaji dan mencoba menemukan ciri-ciri umum dan hakiki dari pengetahuan manusia. Epistemologi juga bermaksud secara kritis mengkaji pengandaian-pengandaian dan syarat-syarat logis yang mendasari dimungkinkannya pengetahuan serta mencoba memberi pertanggung jawaban rasional terhadap klaim kebenaran dan objektivitas.
Epistemologi atau filsafat pengetahuan pada dasarnya juga merupakan suatu upaya rasional untuk meninbang dan menentukan nilai kognitif pengalaman manusia dalam interaksinya dengan diri, lingkungan, sosial, dan alam sekitarnya. Maka, epistemologi adalah suatu disiplin ilmu yang bersifat evaluatif, normatif dna kritis. Evaluatif berarti bersifat menilai, ia menilai apakah suatu keyakinan, sikap, pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggung jawabkan secara nalar.
Cara kerja atau metode pendekatan epistemologi sama dengan ciri khas pendekatan filosofis terhadap gejala pengetahuan. Pengetahuan bukan hanya menjadi objek ilmu filsafat tetapi juga ilmu-ilmu lain seperti ilmu sosiologi kognitif dan sosiologi pengetahuan. Berdasarkan cara kerja atau metode pendekatan yang diambil terhadap gekala pengetahuan bisa dibedakan beberapa macam epistemologi. Pertama, epistemologi metafisis, yaitu epistemologi yang mendekati gejala pengetahuan dengan bertitik tolak dari pengandaian metafisika tertentu. Epistemologi ini berangkat dari suatu paham tertentu tentang kenyataan, lalu membahas tentang bagaimana manusia mengetahui kenyataan tersebut. Kedua, epistemologi skeptis, sebagaimana pandangan Rene Descartes yang bermaksud membuktikn terlebih dahulu apa yang dapat diketahui sebagai sesuatu yang benar-benar nyata atau benar benar tak dapat diragukan lagi. Ketiga, epistemologi kritis yang berangkat dari asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran akal sehat ataupun asumsi, prosedur dan kesimpulan pemikiran ilmiah sebagaimana yang ditemukan dalam kehidupan dan kemudian ditanggapi secara kritis asumsi, prosedur dan kesimpulan tersebut. Sikap kritis diperlukan untuk lebih memahami sesuatu secara radikal lewat alasan-alasan yang jelas dan kuat.
3. Dimensi Aksiologi
Aksiologi dalam filsafat ilmu berarti menyajikan hubungan antra etika dan ilmu, dimana etika sangat terkait hubungannya (inhaerent) dengan ilmu. Persoalan aksiologi adalah seputar bebas nilai atau tidaknya ilmu, hal ini merupakan persoalan yang rumit, tak mungkin dijawab dengan sekedar ya atau tidak.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki ilmu pengetahuan, pada umunya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Sedangkan etika merupakan cabang aksiologi yang pada pokoknya membicarakan masalah perdikat-predikat nilai “betul”(right), “salah”(wrong) dalam arti “susila”(moral) dan “tidak susila” (immoral). Di dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti, ekonomi, estetika, etika, filsafat agama dan epistemologi. Epistemologi berkaitan dengan masalah kebenaran etika bersangkutan dengan masalah kebaikan (kesusilaan), dan estetika berkaitan dengan masalah keindahan. Aksiologi juga menyelidiki berbagai pernyataan-pernyataan tentang etika dan estetika. Ilmu yang bersangkutan dengan hal terebut adalah fisafat nilai.
KESIMPULAN
Filsafat dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Ilmu merupakan seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh menegnai pengetahuan yang dimilkinya dan ilmu pengetahuan merupakan produk dari epistimologi.
Syarat-syarat ilmu yang ada dalam kajian filsafat yaitu, objektif, metodis, sistematis, dan universal. Sedangkan, dimensi filsafat ilmu yang sering menjadi kajian secara umum yaitu meliputi tiga hal: dimensi ontologi, dimensi epistemologi, dan dimensi aksiologi. Ketiganya merupakan cakupan yang meliputi dari keseluruhan-keseluruhan pemikiran kefilsafatan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumantri, Jujun S. Surya, 2003. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tafsir, Ahmad, 2006. Filsafat Ilmu, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Pranarka, 2006. Epistemologi Dasar, yogyakarta: Kanisius.
No comments:
Post a Comment